Fajar Hasan: Pengusaha Bersama Pemerintah Siap Hadapi Uni Eropa dan WTO

Fajar Hasan: Pengusaha Bersama Pemerintah Siap Hadapi Uni Eropa dan WTO
Pengurus Pusat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) sekaligus pengusaha muda asal Sulawesi Tenggara Fajar Hasan. Foto: Dokumentasi pribadi

Tujuannya, kata dia, untuk melindungi sumber daya alam agar pengelolaan dan pemanfatannya untuk kepentingan dalam negeri.

Dia mengingatkan negara lain atau badan dunia tidak boleh mengintervensi kebijakan nasional negara lain.

Jika hal itu dilakukan, kata dia, secara tegas dapat kita katakan bahwa Uni Eropa dan WTO telah mencampuri urusan dalam negeri kita, mengganggu kedaulatan hukum Indonesia.

“Uni Eropa dan WTO harus menghormati rambu-rambu diplomatik dan yuridiksi suatu negara sebagai prinsip dasar hubungan antarnegara atau badan-badan internasional. Oleh karena itu, kami dukung pemerintah untuk melakukan banding atas putusan WTO tersebut," tegas Fajar Hasan.

Komisaris Utama PT Tetap Merah Putih ini mengatakan saat ini total existing smelter berdasarkan data Kementerian Peridustrian sebanyak 82 smelter, dengan rincian 35 sudah beroperasi, 30 tahap konstruksi, dan 17 tahap Feasibility Study, mayoritas berada di Sulawesi dan Maluku Utara.

Smelter tersebut menyerap tenaga kerja sekitar 200 ribu orang yang tersebar di 15 Provinsi. Selanjutnya, smelter tersebut merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan telah ditetapkan sebagai kawasan Objek Vital Nasional Indonesia (OVNI).

“Ini adalah bukti kesungguhan pemerintah dalam program hilirisasi pengelolaan sumber daya alam. Bahan baku nikel smelter tersebut dari dalam negeri, dipasok oleh penguasaha lokal,” ujar Fajar.

Jika keran ekspor nikel dibuka, kata dia, dapat dipastikan smelter dalam negeri akan kekurangan pasokan bahan baku, dan pembangunan smelter akan tersendat.

Pengurus Pusat Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Fajar Hasan mengatakan putusan WTO agar membuka keran ekspor nikel harus dilawan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News