Fajar Sadboy & Pengemis Digital

Oleh Dhimam Abror Djuraid

Fajar Sadboy & Pengemis Digital
Seorang ibu warga Desa Setanggor, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), yang mandi lumpur untuk mengisi konten live di TikTok demi menghasilkan donasi digital. Foto: TikTok/ @intan_komalasari92

jpnn.com - Pengemis bukan sekadar orang miskin yang meminta-minta uang untuk bertahan hidup. Pengemis sudah menjadi semacam pekerjaan yang sudah diindustrialisasi.

Ada jaringan yang mempekerjakan pengemis secara terkoordinasi. Dalam beberapa kasus, ada pengemis yang berhasil membeli rumah dan mobil dari hasil mengemis.

Di beberapa kota, pengemis digaruk karena ada larangan mengemis di pingir jalan atau di perempatan jalan. Kegiatan itu dianggap menganggu pemandangan kota dan dikategorikan sebagai penyakit masyarakat atau pekat.

Selain pengemis, anak-anak jalanan dan pengamen yang berada di perempatan jalan juga menjadi sasaran razia.

Sekarang, mengamen dan mengemis bisa dilakukan melalui platform digital. Banyak pengamen digital yang sukses menjadi bintang karena lagu-lagunya digemari dan dia mendapatkan follower jutaan orang.

Para pengemis digital juga mendapatkan hasil yang lumayan besar tanpa harus berdiri di pinggir jalan seharian di bawah terik matahari dan hujan. Yang sedang viral sekarang ialah aksi mandi lumpur live di platform TikTok.

Baca Juga:

Nenek-nenek dengan penampilan sederhana sengaja mandi lumpur untuk menarik belas kasihan netizen. Dari hasil live show ini nenek itu memperoleh jutaan rupiah.

Dari live tersebut, mereka bisa memperoleh sejumlah koin TikTok dari viewers. Koin digital itu bisa ditukarkan ke dalam bentuk uang tunai.

Fenomena mandi lumpur di platform digital adalah produk disrupsi digital. Mengemis dan mengeksploitasi kemiskinan bukan lagi aib, tetapi menjadi hiburan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News