Franchise Muhammadiyah

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Franchise Muhammadiyah
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

NU ingin memainkan sendiri perannya sebagai organisasi Islam yang punya pengaruh politik besar. NU bertindak independen, tetapi tetap dekat dengan rezim Jokowi.

Muhammadiyah harus menjawab manuver NU ini. Muhammadiyah pun melakukan gerakan internasional dengan membangun pusat pendidikan di Australia dan yang terbaru membeli gereja di Spanyol untuk diubah menjadi masjid.

Perbedaan ubudiyah NU vs Muhammadiyah sudah selesai. Usholli, qunut, dan tahlilan tidak lagi menjadi ladang persaingan yang sengit. Akan tetapi, persaingan ‘’sibling rivalry’’ (memakai istilah Sekum Muhammadiyah Abdul Mu’ti) akan tetap terjadi. Persaingan diam-diam yang sengit tapi tetap disembunyikan.

NU dan Muhammadiyah menempuh jalannya sendiri-sendiri. Sebagai organisasi holding company, Muhammadiyah akan makin besar, profesional, dan kokoh melalui berbagai aktivitas amal usahanya.

Muhammadiyah semakin profesional dan menjadi makin eksklusif. Jumlah anggota tidak banyak tetapi berkualitas.

NU adalah franchise yang makin melebarkan waralabanya. Siapa saja boleh masuk. Orang-orang awam merasa nyaman mengaku sebagai NU. Anggotanya makin banyak, meskipun secara kualitas kalah dari Muhammadiyah.

Dua-duanya sudah punya takdir jalannya masing-masing. NU tidak bisa menjadi holding company karena tidak punya sumber daya manusia.

Muhammadiyah tidak akan membuka waralaba, karena sudah punya standar operasi sendiri yan,g eksklusif dan tidak gampang dimasuki orang lain.

Menjelang suksesi 2024 yang krusial, NU dan Muhammadiyah menjaga jarak dari partai politik yang dibidaninya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News