Franchise Muhammadiyah

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Franchise Muhammadiyah
Dhimam Abror Djuraid. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - Ada dua peristiwa yang terjadi hampir bersamaan pekan ini.

Muktamar Muhammadiyah dimulai di Solo, Jumat (18/11), dan proses pemilihan ketua sudah dimulai. Suasananya tenang dan teratur.

Pada bagian lain, di Tulungagung Jawa Timur. Musyawarah Pimpinan Nasional (Muspimnas) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) di UIN Tulungagung Kamis (17/11), diwarnai kericuhan dan diwarnai aksi saling lempar kursi.

Dua peristiwa itu tidak ada hubungannya, tetapi keduanya menjadi pengingat perbedaan tradisi antara dua organisasi besar di Indonesia, NU (Nahdlatul Ulama) dan Muhammadiyah.

PMII adalah organisasi mahasiswa yang menjadi onderbauw NU. Apa yang terjadi di Tulungagung tidak mencerminkan keseluruhan ‘’tradisi NU’’. Insiden semacam itu bisa terjadi di mana saja, oleh siapa saja, dan kapan saja.

Akan tetapi, dalam beberapa pelaksanaan muktamar dua organisasi besar itu dinamikanya memang berbeda. Hal itu membuat publik kepo untuk mengetahui apa perbedaan NU dan Muhammadiyah.

Wakil Presiden Ke-10 dan Ke-12 RI Muhammad Jusuf Kalla (JK) menganalogikan NU mirip waralaba atau franchise yang sistemmya dimiliki banyak orang. Pesantrennya dimiliki orang-orang NU, tetapi bukan milik NU.

Walaupun kepemilikan pesantren dimiliki orang-orang NU, namun sistemnya sudah terkontrol dan teruji.

Menjelang suksesi 2024 yang krusial, NU dan Muhammadiyah menjaga jarak dari partai politik yang dibidaninya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News