Geliat Lokananta, Studio Musik Pertama Indonesia, untuk Bertahan Hidup

Andalkan Kapur Barus-Kopi untuk Lindungi Piringan Hitam

Geliat Lokananta, Studio Musik Pertama Indonesia, untuk Bertahan Hidup
Foto: JPPhoto
Tegel berwarna abu-abu, dinding bercat putih kusam, daun pintu bermotif lawas, serta air mancur yang bergoyang ditiup angin di tengah taman memperkuat segala yang lampau itu. Penanda "modernitas" hanya diwakili oleh kehadiran antena bulat kecil televisi berlangganan. "TV berlangganan itu disumbang oleh salah seorang klien kami, Mas," kata Plh (pelaksana harian) Kepala Cabang Perum PNRI Lokananta Solo Pendi Heryadi.

Padahal, Lokananta adalah sebuah tonggak sejarah musik Indonesia. Diresmikan oleh Presiden pertama Indonesia Soekarno pada 29 Oktober 1956, itulah studio musik pertama yang dimiliki Indonesia. Bahkan, satu-satunya yang dimiliki oleh negara hingga sekarang.

 

Teknologi yang diterapkan Lokananta ketika itu termasuk salah satu yang terbaik di Asia. Di sana tersimpan pula segunung koleksi berharga. Di antaranya, rekaman pidato Bung Karno pada 17 Agustus 1945 serta karya-karya masterpiece Gesang, Waldjinah, Buby Chen, Titiek Puspa, Bing Slamet, dan permainan gending karawitan gubahan dalang ternama Ki Narto Sabdo.

 

Awal berdiri, ujar Pendi, Lokananta hanya dikhususkan untuk merekam dan memproduksi piringan hitam. Salah satu di antaranya, untuk kebutuhan bahan siaran bagi studio RRI (Radio Republik Indonesia) di seluruh negeri ini. Namun, seiring berjalannya waktu, beragam produk musik seperti kaset dan VCD juga dihasilkan.

 

Kehadiran sejumlah musisi dan band top tanah air untuk rekaman cukup membantu Lokananta bernapas. Untuk menambah dana, lahan kosong pun dimanfaatkan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News