Gembira Bahagia

Oleh: Dahlan Iskan

Gembira Bahagia
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

"Science tidak peduli masa depan. Ilmu itu bebas dari nilai," katanya. "Masa depan ilmu tergantung manusia. Kalau manusia punah barulah ilmu punah," tambahnya.

Baca Juga:

Sepanjang ada manusia, ilmu berkembang terus. Kalau tidak di sini, di tempat lain. Tergantung di mana iklim keilmuan bisa berkembang.

Saya pun tidak jadi bertanya tentang yang saya janjikan di Disway sekian tahun lalu: kalau bertemu lagi dengan Ryu akan bertanya soal gejala khusyu' dalam salat. Apakah itu gejala agama atau psikologi.

"Semua yang dilakukan manusia datang dari otak," katanya.

Satu-satunya yang belum bisa diuraikan secara rinci, katanya, adalah soal kesadaran.

Kalau soal datangnya emosi algoritma di otak sudah bisa diketahui. Pun soal perasaan. Dan khayalan. Yang dulu dianggap misteri sudah bisa jelas hitungan algoritmanya.

"Tinggal soal perasaan saja yang belum diketahui secara rinci," katanya.

Karena itu kini juga sudah bisa dirinci perbedaan antara gembira dan bahagia.

Ryu Hasan cucu salah satu pendiri NU: ulama kelas langitan dari Jombang, KH Wahab Chasbullah. Masa kecil Ryu di Riyadh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News