Gerakan Satu Bangsa Desak TNI dan Polri Tindak Perongrong Eksistensi Negara Hukum

Masyarakat jangan terpengaruh hasutan untuk aksi massa yang beresiko akan dimanfaatkan kelompok dan jaringan teroris.

Gerakan Satu Bangsa Desak TNI dan Polri Tindak Perongrong Eksistensi Negara Hukum
Inisiator Gerakan Satu Bangsa, Stefanus Asat Gusma (kanan) bersama Dicky Ricardo Gultom saat memberikan keterangan pers di Jakarta, Minggu (19/5). Mereka menyikapi situasi menjelang pengumuman hasil pemilu 2019. Foto: Ist

“Sikap yang tidak mau menerima kekalahan, apalagi menuntut wajib dimenangkan, malah hanya menunjukkan kekerdilan jiwa dan mempermalukan diri sendiri,” katanya.

Aktor dan Tokoh Politik Harus Bertanggung Jawab

Lebih lanjut, para aktor dan tokoh politik tersebut semestinya kita harapkan dapat memberikan kesejukan dalam berdemokrasi dan menjadi contoh kedewasaan berpolitik dan jiwa kesatria.

“Kami berkesimpulan, jika nanti konflik politik ini mengarah pada benturan ditingkatan akar rumput hingga berdampak pada gesekan bahkan aksi-aksi kekerasan maka para aktor dan tokoh politik inilah yang harus bertanggung jawab,” tegas Gusma.

Gerakan Satu Bangsa dalam pernyataannya menyebutkan pihak kepolisian sudah merilis informasi resmi, bahwa aksi massa tanggal 22 Mei 2019 di KPU akan dijadikan sasaran oleh kelompok dan jaringan teroris untuk melakukan aksi teror bom-nya. Hal tersebut dibuktikan dengan penangkapan 29 orang terduga teroris yang disinyalir akan merencanakan aksinya, lengkap disertai dengan barang-barang bukti berupa senjata dan bahan-bahan untuk merakit bom.

Larangan untuk melakukan perjalanan ke Indonesia dari negara-negara lain seperti Amerika juga sudah dikeluarkan. Kelompok teroris ini adalah kelompok berpaham radikal terutama HTI yang menyimpan dendam terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo yang telah memberangus organisasinya beberap waktu lalu, telah menunggangi pemilu berusaha mengkooptasi proses demokrasi kita, dengan mendorong pihak yang tidak bisa menerima kekalahan dari hasil pilpres nanti untuk melakukan people power dan memanfaatkannya untuk melakukan aksi teror peledakan bom, yang bertujuan untuk menciptakan kekacauan sebagai pintu masuk bagi mereka untuk mewujudkan cita-cita perjuangan mereka mengganti NKRI dan Pancasila dan mendirikan negara Khilafah.

Menurut Gusma, gerakan penggalangan massa untuk mendelegitimasi KPU, Bawaslu dan MK serta menolak hasil Pemilu tidak boleh dipandang sebagai gerakan menegakkan demokrasi rakyat, tetapi lebih merupakan gerakan politik syahwat kekuasaan yang merongrong kewibawaan negara dan mengancam eksistensi NKRI sebagai negara hukum.

Gerakan Satu Bangsa melihat bahwa saat ini kita tengah berhadapan dengan situasi bukan lagi sekadar pertarungan pilpres 01 Vs 02, melainkan Pancasila/NKRI Vs Radilasme/Negara Khilafah. Seyogyanya ini menjadi perhatian para tokoh dan aktor politik kubu paslon 02 agar rencana aksi massa 22 Mei 2019 tersebut dibatalkan, dan gunakanlah jalur-jalur konstitusional yang sudah disepakati bersama untuk memperjuangkan keadilan Pemilu atas dugaan-dugaan kecurangan proses dan hasil Pemilu.

Gerakan Satu Bangsa mendesak TNI dan Polri untuk menindak tegas setiap aksi yang merongrong kewibawaan negara serta mengancam eksistensi NKRI sebagai negara hukum. Jika terjadi kerusuhan maka para aktor yang mengasut harus bertanggung jawab.Para aktor yan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News