Getas, Desa Penjunjung Toleransi di Lereng Gunung

Getas, Desa Penjunjung Toleransi di Lereng Gunung
LINTAS AGAMA: Warga Dusun Kemiri, Desa Getas, Kecamatan Kaloran, bersama-sama mengikuti Selamatan Natal di rumah Kadus Kemiri, Waliyoto, pada Sabtu (24/12) malam. Kegiatan ini diikuti warga dari berbagai pemeluk agama yang ada di Dusun Kemiri. Yang menarik, makanan untuk Selamatan Natal dibawa sendiri-sendiri oleh warga untuk dimakan bersama-sama sebagai wujud kebersamaan. Foto: Wong Ahsan/radarsemarang.com

“Misalnya, kalau istri saya yang muslim sedang berpuasa, maka saya dan anak-anak akan menghormati, dengan cara tidak makan di depan istri,” tuturnya.

Sebaliknya, jika Badri merayakan Waisak, maka istri dan anak-anaknya akan mengucapkan selamat Waisak dan ikut merayakannya di wihara.  Demikian pula ketika anak-anak Badri merayakan Natal, maka seluruh keluarga pun ikut. “Sebagai orang tua, saya dan istri mengucapkan selamat Natal dan datang ikut merayakan bersama-sama di gereja.”

Nilai-nilai toleransi, kata Badri, sedini mungkin ditanamkan kepada anak-anak. Semisal, dengan memberikan petuah, nasihat, dan pemahaman tentang agama. Yakni, bahwa agama merupakan hak asasi seseorang, sehingga tidak boleh dipaksa untuk mengikuti agama yang dianut.

“Pemahaman lain, tentu lewat perilaku. Misal orang tua meminta anaknya untuk rajin beribadah, maka orang tua akan memberi contoh dengan taat beribadah,” katanya.

Hal seperti itu juga terjadi pada keluarga Budi Rahayu (46) warga Kalimanggis yang masih berada di Kaloran. Dia mengaku dalam setahun bisa merayakan tiga hari raya keagamaan. Sebab, dalam keluarganya ada penganut Buddha, Islam dan Kristen.

“Kebetulan saya, istri, dan anak-anak semuanya Nasrani. Tapi keluarga besar berbeda-beda agama. Ada yang Buddha, Nasrani, dan Islam. Jadi kalau Idulfitri, saya juga ikut merayakan, meski saya Nasrani. Juga kalau Waisak,” tutur staf Kantor Kecamatan Kaloran itu.

Meski berbeda agama, ucap Budi, keluarga besarnya tidak pernah terlibat konflik. “Kami tidak bingung dengan perbedaan yang ada. Itu semua karena kami saling menerima perbedaan,” katanya.

Kepala Desa (Kades) Getas, Dwiyanto, mengatakan, toleransi kehidupan beragama sudah sejak lama berlangsung dan ditunjukkan dengan sangat arif oleh para leluhur masyarakat desanya. Ada empat agama yang penganutnya hidup berdampingan dengan balutan toleransi sangat tinggi. Yakni Buddha, Islam, Kristen dan Katolik.

Getas hanyalah sebuah desa di Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Namun, desa yang terletak di lereng Gunung Ungaran itu seolah

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News