Grand Heaven

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Grand Heaven
Poster berisi peringatan bagi pengantar jenazah korban Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Timur. Foto; arsip JPNN.com

Tarif rumah duka dan kremasi sebenarnya jauh di bawah itu, maksimal hanya Rp 25 juta. Namun, karena sudah ada mafia calo yang menguasai jaringan rumah-rumah duka, maka tarif bisa dipermainkan sampai berkali-kali lipat.

Betapa keras kehidupan di ibu kota. Ketika hidup jadi korban pemalakan, sudah mati pun masih jadi korban pemalakan preman. Para sopir truk di Tanjung Priok menjadi korban pemalakan preman setiap hari. Orang-orang kaya menjadi korban pemalakan birokrasi. Ketika mati pun masih harus menghadapi kartel kremasi.

Kematian adalah peristirahatan terakhir. Begitu kata orang bijak zaman dulu. Makam adalah tempat peristirahatan terakhir, dan jenazah bisa mendapatkan perlakuan yang sama tanpa ada diskriminasi. Tidak ada perbedaan kelas.

Namun, kenyataannya tidak seindah itu. Diskriminasi akan tetap berlanjut dari saat hidup sampai mati. Ketika sudah mati pun si miskin harus antre menunggu giliran dimakamkan. Dan ketika giliran penguburan datang, jenazahnya dikerek ke liang lahat dan diuruk dengan menggunakan backhoe.

Sebuah area pemakaman lainnya khusus disiapkan untuk para elite sosial dan para artis dan selebritas. Tarifnya bisa ratusan juta sampai miliaran rupiah. Di tempat peristirahatan terakhir pun masih terjadi segregasi antara yang kaya dan yang miskin. Si kaya dikubur terpisah di tempat eksklusif, si miskin dikubur berdesak-desakan di pemakaman umum.

Saat hidup tinggal berdesakan, sudah mati pun masih tetap berdesakan.

Di tempat lain, kematian adalah lahan bisnis yang menguntungkan. Kematian dikelola menjadi sebuah dramaturgi. Pemakaman diarahkan menjadi sebuah pertunjukan yang dikoreografi dan disutradarai dengan cermat.

Ada pembagian peran, ada panggung depan (front stage), dan ada panggung belakang (back stage). Panggung depan penuh dengan warna gemerlap yang cerah dan indah. Dan sebaliknya, panggung belakang suram dan mengerikan.

Hotel jenazah ini satu-satunya yang ada di Surabaya. Di seluruh Indonesia ada dua, satunya di Jakarta.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News