Grand Heaven

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Grand Heaven
Poster berisi peringatan bagi pengantar jenazah korban Covid-19 di TPU Rorotan, Jakarta Timur. Foto; arsip JPNN.com

Kematian menjadi paket yang bisa dijual mahal sebagai bagian dari komodifikasi. Bagi para kapitalis pengejar laba, mati bukan akhir dari segalanya, karena mati bisa menjadi bisnis yang menghasilkan cuan besar.

Kematian seharusnya menjadi akhir dari segregasi sosial. Kematian harusnya mengakhiri perbedaan antara yang kaya dan miskin. Semuanya sama. Hanya membutuhkan lahan 1x2 meter. Hanya membutuhkan lembaran kain kafan berwarna putih. Kendaraannya sama saja, karena sama-sama diangkut dengan keranda.

Namun, kenyataannya tidak seperti itu. Sebuah permakaman Islam pun menyediakan fasilitas serba mewah untuk VVIP. Bukan lahan 1x2 meter yang disiapkan, tetapi bisa seratus meter. Bisa paket single, ada paket double, dan ada juga paket family. Kendaraan pengangkut tentu bukan keranda, tetapi mobil limosin mewah, mirip berangkat plesir atau datang ke kondangan untuk pesta.

Grand Heaven adalah panggung pertunjukan yang didesain untuk sebuah dramaturgi. Kematian didesain menjadi sebuah hiper-realitas, kenyataan yang semu. Di pemakaman umum Keputih atau Benowo, kematian adalah realitas yang nyata.

Ratusan jenazah dikubur berjajar, seragam, ukuran lubang sama, dan diuruk bersama-sama dengan mesin penguruk.

Keluarga hanya bisa menyaksikan dari jauh. Tidak ada panggung depan, tidak ada panggung belakang. Tangis pun harus tertahan, karena mulut dan hidung tertutup masker. Dalam kematian pun perbedaan kelas belum berakhir. (*)

Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?

Hotel jenazah ini satu-satunya yang ada di Surabaya. Di seluruh Indonesia ada dua, satunya di Jakarta.


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News