Gubernur Jangan Dipilih Rakyat

Dari Seminar Nasional Otonomi Daerah

Gubernur Jangan Dipilih Rakyat
MALAM ANUGERAH- Mendagri Mardiyanto, Bupati Lamongan Masfuk, Wakil Walikota Surabaya Arif Afandi (kedua dari kanan) dan Bupati Sidoarjo Win Hendrarso (kiri) pada penganugerahan penghargaan Otonomi Awards di The Empire Palace, Rabu (27/5) malam. Foto: Frizal/Jawa Pos

Dia mencontohkan pemilihan gubernur Jatim yang memakan anggaran Rp 800 miliar untuk posisi yang kewenangannya kecil. "Saya menyarankan gubernur dihapus saja. Sumbar bisa diberlakukan yang pertama," tuturnya yang disambut tepuk tangan peserta. Namun Gamawan kemudian memperlunak usulnya dengan mengatakan, bahwa lebih baik gubernur ditunjuk presiden. Karena, undang-undang menyebut gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

Selanjutnya, gubernur menjadi perwakilan pusat di daerah untuk meminimalkan tumpang tindih kewenangan provinsi dan daerah. Salah satu contohnya, sekolah internasional menjadi kewenangan provinsi. Tapi, guru di bawah kendali kabupaten/kota. Selain itu juga mempermudah verifikasi RAPBD yang selama ini dilakukan pusat, padahal jumlahnya sangat banyak. "Sebenarnya itu cukup dilakukan di provinsi,sebagai wakil pusat," katanya. 

Agenda selanjutnya adalah meluruskan kembali penyempurnaan undang-undang pemda. Selain itu, perlu batasan yang tegas antara kewenangan dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad mengatakan, ukuran kinerja pemda harus terlihat. Dia mencontohkan ada gubernur yang mengklaim telah berhasil membangun daerahnya. Untuk membuktikan hal itu, indikatornya tentu saja bukan pembangunan gedung dan sebagainya. Menurut dia, seharusnya tolok ukurnya adalah human development index (HDI). "Kalau tidak ada itu, tidak ada gunanya," katanya.

SURABAYA - Banyaknya permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah perlu segera diperbaiki. Salah satunya mengepras tingkatan birokrasi administrasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News