Gunung Sanghyang, Kisah Soekarno dan Doa Mulia Hasto

Gunung Sanghyang, Kisah Soekarno dan Doa Mulia Hasto
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersama tokoh adat Bali, Sulinggih Cri Bhagawan Putra Natha Nawa Wangsa Pemayun di Gunung Sanghyang, Bali (31/12). Foto: Fatan Sinaga/JPNN

Ratu Bhagawan beserta warga setempat, berkisar 40 orang turut menemani pendakian Hasto. Mereka memulai pendakian sekitar pukul 16.00.

Langkah demi langkah secara perlahan ditempuh untuk sampai di puncak gunung 2.087 meter di atas permukaan laut itu.

Di sela langkahnya, Hasto kerap melempar ilmu kepada rombongan lain. Misalnya, menerangkan jenis tumbuhan yang ada di sekitar. Lalu, menjelaskan mana tumbuhan yang bisa dimakan.

"Ini pakis, ujungnya yang muda bisa dimakan," kata Hasto sembil melahap tumbuhan tersebut. Orang di sekitarnya ikut mempraktikkan hal tersebut.

Selama pendakian, Hasto terus memimpin rombongan. Pria berusia 52 tahun ini melesat tepat di belakang Ratu.

Sesekali setelah melepas tanjakan tajam, napas Hasto terdengar berat. Keringatnya bercucuran. Tetapi kakinya terus melangkah. Sementara rombongan lainnya dari Jakarta tertinggal jauh di belakang.

"Saya satu bulan ini sudah tidak makan nasi dan cukup olahraga. Dari berat badan 85 kilogram, sekarang sudah 75 kilogram. Jadi badan terasa ringan," ucap dia.

Tampaknya, bukan perkara sulit bagi Hasto mencapai puncak. Dari desa terakhir menuju puncak, perjalanan hanya memakan waktu dua jam. Sementara menurut warga setempat, perjalanan pendaki dilakukan normal selama lima jam.

Bencana-bencana alam yang selama ini menguji Indonesia diharapkan berganti menjadi berkah pada 2019.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News