Guru Besar UGM: Tidak Ada Penghapusan Amdal di RUU Omnibus Law

Guru Besar UGM: Tidak Ada Penghapusan Amdal di RUU Omnibus Law
Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor San Afri Awang. Foto: Dokpri

jpnn.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada (UGM), Profesor San Afri Awang, mengatakan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) secara substansi tidak hilang dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

"Tidak ada penghapusan. Amdal kalau ada yang bilang hilang, seharusnya dia baca dulu draf RUU-nya secara lengkap. Meskipun nomenklatur izin lingkungan dihilangkan, namun substansi muatan dari izin lingkungan tersebut tidak dihilangkan, namun masuk dalam izin usaha,” kata San Afri pada media, Kamis (27/2).

Menurut San Afri, semangat yang diusung RUU Omnibus Law adalah penyederhanaan regulasi. Menurutnya, selama ini banyak investasi yang akan masuk namun terganjal masalah. Amdal masalahnya tidak hanya sistem birokrasi yang berbelit-belit, namun juga faktor oknum yang 'bermain' untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

“Sistem keluarnya izin usaha sering terganjal karena Amdal yang tidak keluar-keluar. Ini terjadi karena permainan oknum juga. Jadi sistem dan oknum dalam sistem yang lemah inilah yang kemudian dibenahi lewat RUU Omnibus Law," katanya.

Pendekatan perizinan lingkungan dalam Omnibus Law kata San Afri adalah berbasis pendekatan resiko. Setiap kegiatan dan usaha harus dilihat dulu potensi resikonya. Omnibus Law membagi risiko menjadi resiko tinggi, sedang dan rendah atau risiko kecil.

"Risiko tersebut akan dibuatkan standar baku mutunya. Risiko tinggi wajib dilakukan Amdal, risiko sedang dampak dikelola melalui UKL dan UPL, dan risiko rendah dilakukan dengan sistem registrasi melalui standar baku sebagai alat kontrol," jelasnya.

Sementara itu, Sekjen KLHK Bambang Hendroyono mengatakan bahwa dalam RUU Omnibus Law, persetujuan dokumen Amdal dalam bentuk Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup akan diintegrasikan ke dalam perizinan berusaha dan akan menjadi dasar penerbitan izin usaha.

"Konsep rumusan ini pada dasarnya memposisikan persyaratan dan kewajiban dari aspek lingkungan menjadi lebih powerfuul. Bila sebelumnya izin lingkungan berada di luar izin usaha, maka sekarang ia berada di dalam (built in). Kalau sebelumnya izin usaha dan izin lingkungan berjalan sendiri-sendiri, sekarang diubah menjadi satu kesatuan tidak terpisahkan. Jadi kalau tidak memenuhi persyaratan aspek lingkungan, lewat RUU Omnibus Law, maka izin usahanya bisa dicabut," jelas Bambang.

Prof. San Afri Awang mengatakan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) secara substansi tidak hilang dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News