Guru Honorer, Pahlawan Tanpa Tanda Sejahtera

Guru Honorer, Pahlawan Tanpa Tanda Sejahtera
Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SEMARANG - Sebagian guru sudah menerima tunjangan sertifikasi dan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Namun, hingga kini masih banyak Guru Tidak Tetap (GTT) yang berada di bawah garis sejahtera.

Bahkan tak sedikit, honor yang mereka terima jauh dari layak. Bagaimana mereka bertahan antara mengajar dan memenuhi kebutuhan hidupnya? Seperti apa kepedulian pemerintah?
---
TANGGAL 25 November kemarin diperingati sebagai Hari Guru. Pahlawan tanpa tanda jasa, begitulah sebutan untuk para guru.

Namun khusus Guru Tidak Tetap (GTT) ataupun guru honorer, gelar itu diplesetkan menjadi “Pahlawan tanpa tanda sejahtera.”

Maklum saja, pendapatan yang mereka terima dari mengajar sangat minim. Linda Fitriastuti, misalnya.

Perempuan ini sudah kurang lebih 5 tahun menjadi guru honorer di SDN Langenharjo 1 Kabupaten Kendal, Jateng.

Dalam seminggu, lajang berusia 33 tahun ini mengajar selama 24 jam. Meski begitu, gaji yang diterima dari dana bantuan operasional sekolah (BOS) hanya Rp 450 ribu per bulan.

Jelas gaji itu di bawah standar, atau jauh dari upah minimum Kabupaten Kendal yang besarannya di atas Rp 1,5 juta.

"Tapi saya bersyukur masih bisa hidup, dengan usaha dan keringat sendiri," jelas Linda Fitriastuti kepada Jawa Pos Radar Semarang.

Dalam seminggu, Linda yang guru honorer mengajar selama 24 jam. Gaji yang diterima dari dana BOS hanya Rp 450 ribu per bulan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News