Gus Karno

Oleh: Dahlan Iskan

Gus Karno
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

"Itu toa apa Gus?" tanya saya.

Baca Juga:

"Tiap hari Jumat, pukul 11.00 waktu Bali, dari toa itu berkumandang rekaman proklamasi yang diucapkan Bung Karno di Pegangsaan Timur Jakarta," katanya.

Patung Bung Karno pun menyatu dengan suara Bung Karno di perempatan Jalan Bung Karno.

Dari Jalan Bung Karno ini, kemarin-kemarin, ada jalan kecil bernama Tantular Barat Sekian. Sekalian. Gus Marhaen mengubah nama itu: menjadi Jalan Pegangsaan Timur. Di luar Jakarta hanya di Bali ada Jalan Pegangsaan Timur.

Di jalan inilah Gus Marhaen membangun Museum Pancasila Agung. Belum sepenuhnya selesai. Tapi saya diminta memasukinya. Lebih 200 lukisan besar Bung Karno sudah disiapkan. Tinggal di pasang.

Semua lukisan itu berdasar foto lama: bukan lukisan imajinatif. Semua buku tentang Pancasila juga akan disimpan dan dipamerkan di sini.

Bung Karno begitu manusiawi di lukisan-lukisan itu: saat menunggu Megawati dilahirkan, saat ban mobilnya kempis, saat sungkem di depan ibunya. Banyak lagi.

"Selama pandemi saya mempekerjakan 27 orang tukang. Belum termasuk pematung dan pelukis," katanya.

Itulah saat-saat Bung Karno paling menderita batin: status resminya masih presiden tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Bung Karno lagi menjalani karantina politik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News