Gus Karno

Oleh: Dahlan Iskan

Gus Karno
Dahlan Iskan. Foto: Ricardo/JPNN.com

Bu Mega sudah pernah ke museum itu. Demikian juga Presiden Jokowi. Bahkan Presiden minta beberapa copy dokumen terkait Pancasila dan pidato Bung Karno ke Gus Marhaen.

Sudah dikirim ke Istana: berupa sederetan buku merah dijilid rapi. Panjang deretan buku itu 1 meter lebih. Deretan buku merah itu kadang terlihat di video kalau presiden memberi keterangan ke publik.

Gus Marhaen memang putra tokoh yang sangat dekat dengan Bung Karno: Shri Wedastera Suyasa. Waktu Bung Karno sudah diasingkan ke Wisma Yaso, Wedastera masih bisa menemui Bung Karno. Padahal penjagaan begitu ketat.

Itulah saat-saat Bung Karno paling menderita batin: status resminya masih presiden tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Bung Karno lagi menjalani karantina politik –agar tidak mengganggu penguasa baru.

Jenderal Soeharto saat itu sudah menjadi presiden bayangan. Masih perlu proses politik untuk menjadi presiden yang resmi.

Di akhir masa pemerintahan Bung Karno, Wedastera menjadi anggota DPR-GR. Ia menjabat ketua Fraksi Partai Nasional Indonesia –kelak menjelma menjadi PDI-Perjuangan.

Di Bali, Wedasetra mendirikan Universitas Marhaen. Kini namanya menjadi: Universitas Mahendradatta. Perubahan nama itu akibat politik juga: Orde Baru berusaha menghilangkan apa pun yang berbau Bung Karno. Kalau mau selamat, nama Universitas Marhaen harus diganti.

Nama Mahendradatta pun dipilih. Masih bisa ada bau Marhaen –kalau dipaksakan.

Itulah saat-saat Bung Karno paling menderita batin: status resminya masih presiden tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Bung Karno lagi menjalani karantina politik.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News