Gus Muwafiq Sebut Konsep Budaya dan Agama Ditakdirkan Bersatu

Gus Muwafiq Sebut Konsep Budaya dan Agama Ditakdirkan Bersatu
Ulama KH Ahmad Muwafiq saat mengisi program Inspirasi Ramadhan Edisi Buka Puasa bersama Host Nico Siahaan di akun BKN PDI Perjuangan di Youtube, Selasa (5/4). Foto: BKN PDIP

Menurutnya, urusan tersebut hanyalah permasalahan produk doa, sehingga tidak semestinya dirisaukan.

"Kalau ada orang Islam meninggal, memang agama menyuruh kita untuk menguburkan, semua orang sepakat bahwa si mayat itu harus didoakan. Nah, permasalahannya, cara berdoa setiap orang dan/atau daerah berbeda-beda. Sekarang ada yang mendoakan online, lalu berdoa mengheningkan cipta, dan ada juga yang tahlilan itu tadi," tuturnya.

Apabila persoalan itu ditelisik lebih jauh, lanjutnya, maka akan menjadi permasalahan bahasa, yaitu kalimat tahlil Laa ilahaillallah yang mendapat akhiran -an.

"Di Jawa, semua mendapat akhiran -an. Kerudung, jilbab yang sedang dipakai disebut kerudungan atau jilbaban. Begitu juga tahlil tadi. Saat dilaksanakan doa-doa, bersedekah, dan diucapkannya kalimat-kalimat thayyibah untuk si mayit, maka disebut tahlilan. Sudah begitu saja," kata dia.

Sementara itu, terkait fenomena ziarah kubur, dia berpendapat ritual ke makam-makam sanak saudara, para guru, para kiai, wali sanga, habib, dan sayid yang tersebar di seluruh pelosok negeri justru membawa kemaslahatan tersendiri.

"Kalau ziarah kubur, iya kalau ziarahnya satu, kalau guru-gurunya diziarahi semua, kan, akhirnya orang-orang Jakarta ziarah ke Jombang. Itu bus pariwisata laku, odong-odong laku, bakul nasi laku," kata dia.

Gus Muwafiq menyampaikan orang Jakarta cinta sama Jombang karena di situ gurunya bersemayam.

Lalu, kata dia, ziarah ke Demak karena di sana ada makam Sunan Kalijaga.

Ulama NU KH Ahmad Muwafiq menilai agama dan budaya tidak bisa dipisahkan. Dia mengulas juga soal budaya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News