Hak Angket Seperti Nuklir, Bahaya Kalau Tak Diawasi
jpnn.com, JAKARTA - Pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husin mengatakan hak angket yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seperti senjata nuklir yang sangat berbahaya jika tidak diawasi.
“Hak angket ini sebagai senjata (DPR). Itu seperti nuklir, yang tidak bisa berhenti,” kata Umar dalam diskusi Nasib KPK di Tangan Pansus, Sabtu (8/7) di Menteng, Jakarta Pusat. “Bahkan, dalam aturan soal angket yang lama, seandainya DPR bubar, angket itu tidak bubar,” tambahnya.
Karena itu, Umar sangat senang jika ada elemen masyarakat mengawasi kerja pansus hak angket KPK di DPR. “Bahaya kalau tidak diawasi. Kewenangan sangat kuat sehingga perlu diawasi,” katanya.
Umar berpendapat KPK yang juga memiliki kewenangan yang sangat kuat harus diawasi. Salah satu yang bisa mengawasi KPK adalah DPR. Dia menegaskan, KPK harus mempertanggungjawabkan semua tuduhan yang dialamatkan kepada komisi antikorupsi itu.
Semua rumor yang dialamatkan ke KPK harus diklarifikasi. “Kalau tidak diklarifikasi nanti dianggap benar,” katanya.
Kalau benar, harus ada proses pemulihan. Kalau tidak benar, tinggal dipertanyakan kenapa itu bisa terjadi. Bisa saja ada ketidakprofesionalan dalam menjalankan tugas.
Lebih lanjut Umar tidak sepakat jika ada pakar yang menyarankan KPK tidak usah datang memenuhi panggilan Pansus Angket. Kemudian, heran dia, pendapat itu kemudian diralat lagi menjadi datang saja tapi tidak usah ngomong. “Ngaco. Harusnya datang dan beri penjelasan (ke Pansus),” ungkapnya. (boy/jpnn)
Pengajar Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Umar Husin mengatakan hak angket yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), seperti senjata nuklir
Redaktur & Reporter : Boy
- Gelar Evaluasi dan Asistensi, Kementan Siap Kawal Program Wajib Tanam Bawang Putih
- CEO Indodax: TPPU Dengan Aset Kripto Justru Mudah Dilacak
- Sukses Tertibkan PSU Perumahan, Pemkot Denpasar Raih Penghargaan dari KPK
- KPK Menyita Kantor DPC NasDem di Sumut, Diduga Dibeli Pakai Uang Korupsi
- Saut Situmorang Desak KPK Transparan soal Peran Shanty Alda di Kasus Gubernur Malut
- Nurul Ghufron Mangkir, Dewas KPK Tunda Persidangan Etik