Hak Memilih TNI, Idealnya Mulai 2019

Hak Memilih TNI, Idealnya Mulai 2019
Hak Memilih TNI, Idealnya Mulai 2019
JAKARTA -- Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti berpendangan, tidak diberikannya hak memilih kepada TNI merupakan warisan Orde Baru. Pada 1969, ada konsensus politik di antara parpol untuk tidak memberikan hak memilih kepada TNI. Sebagai kompensasinya, TNI mendapatkan jatah satu fraksi di DPR. Namun, itu sudah dicabut mulai DPR periode 2004-2009.

"Saat Pemilu 1955, anggota ABRI (kini TNI) juga memilih dan nggak ada masalah," kata Ikrar dalam diskusi bertema hak politik TNI di Warung Daun, Jakarta, kemarin (19/6). Sebaliknya, begitu memasuki era reformasi, hak memilih bagi TNI justru semakin dianggap bermasalah. "Ini terjadi karena selama 32 tahun TNI nyospol atau melakukan aktivitas sosial politik," tuturnya. Ikrar mengatakan mendukung diberikannya hak memilih TNI. "Dulu saya malah mendukung untuk Pemilu 1999," ujarnya.

Namun, lanjut dia, Pemilu 2004 dan 2009 malah diwarnai berbagai politicking yang melibatkan petinggi TNI. "Di kepala orang-orang mantan TNI, seperti SBY dan Wiranto, nggak usah bohong lah. Mereka juga masih nyospol. Bukan mustahil mereka masih ingin menggerakkan anak buahnya," katanya.

Bila tetap ingin dihidupkan lagi, Ikrar mengatakan, hak memilih bagi TNI idealnya diberikan pada Pemilu 2019. Sebab, secara matematis, itu berarti sudah ada jeda 20 tahun sejak TNI ditarik keluar dari politik. "Mudah-mudahan tidak ada lagi pada 2019, (generasi) prajurit yang pada 1998 ini masih berpangkat kolonel. Dengan demikian, jiwa nyospol sudah benar-benar hilang," tegasnya. Artinya, imbuh Ikrar, pimpinan TNI pada 2019 sudah TNI murni yang profesional. "Bukan lagi military politics atau military business," tegasnya.

JAKARTA -- Pengamat politik Ikrar Nusa Bakti berpendangan, tidak diberikannya hak memilih kepada TNI merupakan warisan Orde Baru. Pada 1969, ada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News