Hamdan: PP Nomor 28/2022 Menimbukan Disharmonisasi dan Tumpang Tindih

Hamdan: PP Nomor 28/2022 Menimbukan Disharmonisasi dan Tumpang Tindih
Pakar hukum Hamdan Zoelva, Margarito Kamis dan Maruarar Siahaan kritisi sejumlah pasal PP Nomor 28/2022 yang dinilai bermasalah pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Federasi Advokat Republik Indonesia (Ferari) di Jakarta, Senin (21/8). Foto: Ist.

3. PP Nomor 28/2022 memuat aturan tentang paksa badan, tindakan keperdataan (berupa pemblokiran rekening, deposito dll, tidak boleh menerima kredit atau pembiayaan lain, tidak boleh menjadi pengurus di perusahaan dll) dan tindakan layanan publik (berupa pencekalan, pencabutan paspor, tidak bisa mendapatkan layanan administasi pemerintahan seperti pengurusan KTP, SIM, izin usaha, perpajakan dll).

Aturan ini dinilai lebih berat dari sanksi pidana sekalipun. Dinilai melanggar hak asasi manusia yang dijamin UUD NRI 1945.

Selain itu, sesuai Pasal 28J UUD NRI 1945 jo. Pasal 70 dan 73 UU No. 39/1999 tentang HAM Pembatasan hak sebagaimana dimaksud hanya dapat ditetapkan dengan produk hukum undang-undang.

4. Pasal 77 PP No. 28/2022 juga mengatur soal impunitas yang mengatur keputusan pejabat administrasi negara dalam pengurusan piutang negara tidak dapat dituntut secara hukum atau diajukan upaya hukum.

Hal ini dinilai melanggar UU HAM, selain itu juga dinilai merusak prinsip negara hukum dan merusak penegakan hukum di Indonesia.

Pasal ini berdampak langsung bagi advokat sebagai salah satu dari penegak hukum.

"Pasal 77 soal upaya hukum oleh penanggung utang, penjamin utang, pihak yang memperoleh hak atau pihak ketiga lainnya tidak dapat diajukan terhadap sahnya atau kebenaran piutang negara, baik di pengadilan maupun di luar, sangat melanggar Pasal 17 UU HAM soal Hak Memperoleh Keadilan,” kata Margarito. (gir/jpnn)


Hamdan Zoelva menilai keberadaan PP Nomor 28/2022 telah menimbukan disharmonisasi dan tumpang tindih.


Redaktur & Reporter : Kennorton Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News