Hanya 5 Persen Jurnal Ilmiah Terakreditasi

Hanya 5 Persen Jurnal Ilmiah Terakreditasi
Hanya 5 Persen Jurnal Ilmiah Terakreditasi
Prof. Djoko Wintoro, PhD salah satu pembicara di seminar itu menjelaskan, agar kualitas jurnal ilmiah meningkat, para peneliti kita diharamkan untuk bersikap malas. Artinya, jangan sampai tidak mau membaca jurnal-jurnal lain, sebelum menulis hasil temuannya dalam jurnal baru. Jangan sampai, mengaku telah menemukan penelitian baru, padahal konsep yang sama telah ditemukan orang lain.

Djoko yang menjabat Direktur Riset PMBS mengatakan, ”Sebagai peniliti Anda juga jangan cepat putus asa. Jika tulisan kita ditolak oleh sebuah jurnal, coba tawarkan ke penerbit jurnal lain. Penolakan adalah hal biasa, asalkan dari penolakan itu, kita mendapat input dari editor jurnal bersangkutan. Percayalah, jika input tersebut kita ikuti, suatu saat nanti kualitas tulisan kita meningkat.”

Pembicara lain, Prof. MA Rifai PhD, yang menjabat pembina Jurnal Nasional - DP2M Dikti mengakui, rata-rata jurnal ilmiah di Indonesia belum dikelola profesional. Makanya wajar, banyak jurnal ilmiah yang timbul tenggelam. Tentang hal ini, ia berpendapat ada dua hal yang mempengaruhinya. Pertama, apakah penyumbang tulisannya berkualitas? Kedua, apakah penyunting jurnalnya juga bagus?

Sementara Prof. Dr. Alois A Nugroho, yang hadir untuk membicarakan tema Etika Intelektual dan Plagiarisme di Indonesia secara terbuka mengatakan, tingkat penjiplakan tulisan ilmiah cukup tinggi. Dan ironisnya, cara kita melacak ada atau tidaknya penjiplakan amat sulit. Karenanya, diharapkan ketelitian para penulis jurnal. Karena pada kasus-kasus tertentu, bisa jadi sebuah plagiarisme terjadi tanpa sadar.

JAKARTA -- Saat ini, perkembangan ilmu pengetahuan merupakan faktor yang menentukan daya saing bangsa dalam kompetisi global. Perkembangan ilmu pendidikan,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News