Harga Mati
Oleh: Dhimam Abror Djuraid
Pembangunan infrastruktur yang masif di mana-mana dijadikan sebagai alat legitimasi bagi kekuasan Jokowi.
Pembangunan fisik itu harus dilandasi dengan stabilitas yang mengorbankan demokrasi. Itulah kondisi yang terjadi saat ini.
Jokowi adalah pemimpin populis yang banyak dicintai rakyat kecil.
Latar belakangnya sebagai warga negara biasa yang tidak muncul dari kalangan elite membuatnya bisa diterima sebagai bagian dari rakyat.
Hal itu menjadi legitimasi yang sangat penting bagi Jokowi.
Populisme selalu punya wajah ganda.
Di satu sisi pemimpin populis mudah mendapatkan dukungan rakyat, tetapi di sisi lain pemimpin populis berkoalisi dengan elite-elite politik, ekonomi, dan militer untuk membentuk oligarki yang eksklusif.
Populisme ala Jokowi menghasilkan pemerintahan yang dikuasai oleh oligarki yang melahirkan pemerintahan plutokrasi yang berdasarkan kekuasaan orang-orang yang punya kekuasaan atas uang dan modal.
Munculnya jargon ‘dua periode harga mati’ dari Fadjroel Rachman bukan berarti gerakan tiga periode selesai. Bisa jadi muncul gerakan politik dagang sapi.
- 5 Berita Terpopuler: Daftar Verval Honorer BKN Keluar, yang Non-Database Jangan Berharap, soal PPPK Part Time Bagaimana?
- Soal IUU Fishing, RI Tidak Perlu Berkompromi dengan Vietnam
- Bank Dunia Mengakui Indonesia Berhasil Memberantas Kemiskinan Ekstrem
- Presiden Jokowi Diminta Perhatikan Nasib Ribuan Karyawan Polo Ralph Lauren dan Keluarganya
- Ngabalin Berkata Begini soal Grace Natalie & Juri Ardiantoro Jadi Stafsus Presiden Jokowi
- Deinas Geley Minta Arahan Jokowi Untuk Pembangunan Papua Tengah