Harga Telur dan Daging Bakal Turun saat Puasa
Senin, 18 Juli 2011 – 18:01 WIB
BOGOR - Ketua Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI) Anton J Supit, menyatakan bahwa kenaikan permintaan atas telur dan daging ayam di perkotaan menjelang bulan puasa biasanya mencapai 20-30 persen. Namun pada saat bulan puasa, kenaikannya justru hanya 10-20 persen dan akan mengalami penurunan pada saat mendekati dan seminggu setelah lebaran.
"Pada saat menjelang bulan puasa, permintaan daging ayam dan telur mengalami peningkatan antara 20 - 30 persen. Tetapi, biasanya nanti akan turun kembali hingga 20 persen pada saat puasa dan setelah lebaran," kata Anton ketika ditemui di Rumah Pemotongan Ayam (RPA) PT. Ciomas Adisatwa, di Bogor, Jawa Barat, Senin (18/7).
Sedangkan Wakil Presiden Eksekutif dari PT. Japfa Comfeed Indonesia A HArwanto mengatakan, saat ini terjadi kenaikan biaya produksi akibat kenaikan harga pakan ternak seperti dedak dan jagung. Namun jika dilihat dari biaya produksi, lanjut Harwanto, sebetulnya kenaikan harga tersebut cukup sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan oleh peternak.
Harwanto yang juga mewakili para peternak itu menambahkan, pasokan daging ayam dan telur saat ini tidak hanya dari Pulau Jawa. Sebab, perkembangan produksi di wilayah lain seperti Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi juga semakin membaik. "Pada beberapa tahun terakhir, beberapa pabrik pakan ternak berkembang di beberapa daerah tersebut," ucapnya.
BOGOR - Ketua Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia (GAPPI) Anton J Supit, menyatakan bahwa kenaikan permintaan atas telur dan daging ayam di
BERITA TERKAIT
- Produk Dekorasi Rumah Indonesia Catatkan Transaksi Rp 4,73 Miliar di DG Taiwan 2024
- Dirut Asuransi Jasindo Paparkan Capaian Hasil Kinerja 2023, Wow!
- Kuartal I 2024, Siloam Hospitals Layani Lebih dari 1 Juta Pasien
- Hari Pertama Karya Nyata Festival Vol.6 Pekanbaru, UMKM Pertamina Bukukan Transaksi Rp 1,2 Miliar
- Penjualan 5 Produk Jasindo Meningkat, Asuransi Satelit Mendominasi
- PGN Optimalkan LNG Bantu Kebutuhan Energi Industri untuk Hadapi Risiko Geopolitik