Harus Diakui, Sistem Pemilu di Indonesia Tambal Sulam

Harus Diakui, Sistem Pemilu di Indonesia Tambal Sulam
Bendera Parpol. Ilustrasi Foto: Puji Hartono/dok.JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Pesta demokrasi lima tahunan di Indonesia selalu disertai perubahan UU Pemilu. Tidak terkecuali pada Pemilu maupun Pilpres 2019 mendatang. Namun derajat demokrasi di Indonesia masih jalan di tempat. Rakyat seperti ditinggalkan dalam proses rekrutmen pemimpin nasional.
--
SISTEM pemilu apa yang ideal. Tentu ideal itu relatif. Bergantung dari sudut pandang mana. Tapi setidaknya perlu ada upaya untuk menciptakan sistem pemilu yang lebih berkeadilan. Isu itulah yang kemarin dibahas dalam diskusi terbatas redaksi Jawa Pos di Graha Pena, Surabaya, kemarin.

Dalam Diskusi bertema Pemilu/Pilpres Ideal bagi Indonesia itu mengundang dua narasumber, yakni guru besar ilmu politik Universitas Airlangga (Unair) Prof Kacung Marijan PhD dan Komisioner KPU periode 2012-2017 Ferry Kurnia Rizkiyansyah. Diskusi itu diikuti Pemimpin Redaksi Jawa Pos Abdul Rokhim bersama para redaktur Jawa Pos.

Belum idealnya sistem pemilihan di Indonesia dibeberkan oleh Kacung. Baik pemilu legislatif maupun Pilpres. Hal itu tak lepas dari sejumlah paradoks yang terjadi. ”Ada tiga paradoks,” kata Kacung.

Yang pertama adalah paradoks antara pemisahan kelembagaan presiden dan parlemen. Kenyataannya, presiden dan parlemen sama-sama bersumber dari partai politik. Dalam sistem presidensial, antara lembaga kepresidenan dan parlemen terpisah.

”Karena itu, Pilpres sendiri pemilu legislatif sendiri. Tidak ada alasan untuk dibarengkan,” kata wakil rektor I Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) itu.

Selain itu, baik dalam Pilpres maupun Pemilu legislatif, semuanya melibatkan parlemen/parpol. Di sisi lain, tak ada regulasi yang mengatur calon independen.

Paradoks kedua adalah adanya otoritas saling mengunci antara presiden dan parlemen. ”Penyebabnya, keduanya (baik presiden maupun parlemen) sama-sama merasa punya legitimasi karena dipilih oleh rakyat,” katanya.

Implikasinya, sistem presidensial di Indonesia bisa mengarah pada situasi saling mengunci saat pengambilan sebuah kebijakan/keputusan. ”Bahkan bisa mengarah pada jalan buntu jika masing-masing kukuh dalam posisinya,” katanya.

Masih banyak paradoks dalam sistem demokrasi di Indonesia, termasuk regulasi pemilu yang tambal sulam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News