Hasto: Potensi Konflik Dimulai Sejak Liberalisasi Sistem Politik

Hasto: Potensi Konflik Dimulai Sejak Liberalisasi Sistem Politik
Hasto Kristiyanto. Foto: arsip JPNN.COM/Ricardo

Seperti munculnya analogi bahwa pemilu sebagai sebuah perang badar. Sampai membawa agama di dalam Pilkada sebagai dalil semangat bagi para pendukung. 

"Agama itu untuk menebar kebaikan, agama itu menjadi kekuatan moral dan etis yang sangat penting bagi setiap warga bangsa. Nilai spiritualitas yang membebaskan," ujar Sekjen DPP PDI Perjuangan itu.

Selain primordial, demokrasi langsung ala Amerika menghadirkan kecenderungan mendahulukan electoral. Dari situ, kandidat menghalalkan cara apa pun untuk menang. 

Partai politik pun, kata dia, hanya dianggap sekadar mesin pemenangan. Partai bukan menjadi tempat mewujudkan Pancasila untuk masyarakat. 

Politik electoral ini yang ujungnya berbentuk pencitraan. Kalau di hari-hari biasa, ada rakyat susah dibiarkan. Begitu kampanye, ada rakyat susah, semua berbondong-bondong membantu dan kemudian diviralkan melalui media sosial.

"Politik electoral dari perspektif pencitraan itu juga nanti akan menciptakan konflik tersendiri. Kemudian wataknya juga transaksional, karena ada mobilisasi Pilkada itu jauh lebih besar," ulasnya.

Hasto lalu menawarkan solusi berupa konsolidasi demokrasi, konsolidasi ideologi, hingga konsolidasi politik melalui budaya tertib hukum. 

Konsolidasi demokrasi dilakukan demi membangun kapabilitas nasional untuk mewujudkan daulat politik, berdikari ekonomi, dan berkepribadian dibidang kebudayaan.

Hasto menilai Pilkada menyempitkan pemikiran pendiri bangsa yang visioner dan penuh dengan gambaran ideal tentang Indonesia Raya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News