HNW: Pencabutan Klaster Pendidikan Bukti Ada Masalah, Setop Pembahasan RUU Ciptaker

HNW: Pencabutan Klaster Pendidikan Bukti Ada Masalah, Setop Pembahasan RUU Ciptaker
Wakil Ketua MPR RI, Dr. H. M Hidayat Nur Wahid, MA. Foto: Humas MPR RI

Apabila merujuk kepada UU, kata Hidayat maka baik madrasah maupun pesantren itu termasuk dalam kategori lembaga pendidikan formal maupun non formal. Masalahnya, klaster pendidikan dalam ini, yakni Pasal 71 dan Pasal 62 ayat (1), bermuatan pengaturan pasal karet yang bisa mengancam sanksi hukum pidana dan denda bagi penyelenggara lembaga pendidikan formal dan non formal, termasuk pesantren dan madrasah.

“Padahal pesantren dan madrasah sebagai lembaga pendidikan formal atau non formal diatur dalam UU yang bersifat lex specialis, yaitu UU Pesantren, yang sama sekali tidak mengatur hukuman pidana atau denda. Jadi wajar jika  banyak Pesantren dan Madrasah yang resah akibat adanya pasal karet itu. Karena pasal tersebut berpotensi jadi ancaman sanksi pidana maupun denda itu terhadap mereka” ujarnya.

Dengan pencabutan terhadap klaster pendidikan dari RUU Ciptaker, ini kata Hidayat, berrati aturan soal pendidikan umum dan keagamaan kembali kepada aturan dan UU semula yang terbukti lebih baik dan lebih sesuai semangat reformasi dan konstitusi.

“Dengan demikian bisa tenteramlah lembaga pendidikan agama dan penyelenggaranya, yakni para kiyai dan ustaz dari kemungkinan tersasar ancaman sanksi akibat adanya pasal karet itu," jelasnya.

Meski begitu, HNW menilai pencabutan klaster pendidikan dan penundaan klaster ketenagakerjaan dari RUU Ciptaker, belum menjawab masalah utama dan belum cukup mengakomodasi desakan kelompok atau organisasi kemasyarakatan selaku stakeholders dari bangsa ini.

Pasalnya, apabila diperhatikan lebih saksama, penolakan dari banyak kelompok atau ormas, di antaranya Muhammadiyah dan NU bukan hanya terkait dengan klaster pendidikan, melainkan seluruh RUU Ciptaker yang dinilai bermasalah. Hal tersebut sudah berulang kali disampaikan.

“Jadi, apabila DPR dan pemerintah peka terhadap masukan dari masyarakat, seharusnya seluruh pembahasan RUU Ciptaker dihentikan, bukan hanya menunda klaster ketenagakerjaan dan menghentikan pembahasan Klaster Pendidikan yang hanya bagian kecil dari RUU itu,” tuturnya.

Selain itu, katanya, ada juga ketentuan dalam RUU Ciptaker yang sangat bermasalah karena akan menabrak prinsip negara hukum yang dianut oleh Indonesia. Ketentuan itu misalnya, Pasal 170 RUU Ciptaker yang memungkinkan pemerintah mengubah UU yang telah disepakati oleh DPR dan pemerintah dengan hanya melalui peraturan pemerintah (PP).

PImpinan MPR Hidayat Nur Wahid meminta pemerintah menyetop pembahasan omnibus law RUU Cipta Kerja.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News