HNW Ungkap Kejanggalan Penetapan RUU Ciptaker, Minta Presiden Terbitkan Perppu

HNW Ungkap Kejanggalan Penetapan RUU Ciptaker, Minta Presiden Terbitkan Perppu
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Foto: Humas MPR

"Seharusnya setiap fraksi yang merupakan elemen penting di dalam DPR diberikan akses seluas-luasnya dalam pembahasan suatu RUU, termasuk menerima draf utuh RUU yang akan dibahas atau akan diputuskan, sebelum diminta menyiapkan dan menyampaikan pendapat mini maupun pendapat akhir. Dan itu yang sudah menjadi konvensi di DPR,” tuturnya.

Sesuai kebiasaan ketatanegaraan atau konvensi dalam penyusunan RUU, kata HNW, setiap fraksi dikirimi draf RUU secara utuh yang sudah disepakati dan selesai dibahas. Sehingga, pendapat mini apalagi pendapat akhir yang akan disampaikan pada pembicaraan akhir tingkat pertama sebelum dibawa ke rapat paripurna, maupun pada tingkat akhirnya dalam rapat paripurna DPR, dapat dilakukan secara benar, maksimal dan komprehensif.

“Selain hukum yang tertulis, kebiasaan atau konvensi ketatanegaraan ini juga seharusnya menjadi pedoman dalam pembahasan atau pengambilan keputusan terhadap omnibus law RUU Ciptaker. RUU ini memiliki dampak kepada lebih dari 78 undang-undang yang berlaku saat ini,” tegas HNW.

Apalagi kebiasaan tersebut juga sejalan dengan Pasal 163 huruf c dan e Peraturan DPR No. 1 /2020 tentang Tata Tertib. Ketentuan tersebut menyebutkan bahwa pada pengambilan keputusan tingkat I terdapat acara pembacaan naskah akhir RUU dan penandatanganan naskah RUU tersebut.

Selanjutnya, dari segi substansi, terdapat banyak intisari dalam RUU itu bermasalah, terutama terkait isu investasi asing yang seakan menjadi fokus utama RUU ini. “Masalah investasi di Indonesia sebenarnya bukan soal perubahan regulasi, tetapi mengenai merajalelanya KKN dan inefisiensi birokrasi. Itu seharusnya jadi prioritas yang difokuskan oleh Pemerintah,” ucap mantan Presiden PKS ini.

Dia menilai RUU Ciptaker sangat condong kepada investasi asing dan banyak merugikan kepentingan kaum pekerja dari warga negara Indonesia, terutama para pekerja atau buruh. “RUU ini tidak melaksanakan perintah pembukaan UUD NRI 1945, agar negara memprioritaskan melindungi tumpah darah Indonesia dan seluruh rakyat Indonesia,” lanjut HNW.

HNW juga menilai bahwa RUU Ciptaker ini tidak memberikan kepastian hukum sebagai bagian dari prinsip negara hukum yang dijamin oleh UUD NRI 1945. Dia menyebutkan bahwa awalnya RUU Ciptaker ini dihadirkan untuk memberikan kepastian hukum dan menyederhanakan peraturan, tetapi yang terjadi justru sebaliknya.

“Disayangkan, rancangan tersebut tidak sesuai dengan tujuannya. Karena RUU ini justru mengamanatkan banyak ketentuannya untuk diatur dalam peraturan pemerintah (PP), sehingga membuat peraturan tidak menjadi sederhana, dan penuh spekulasi politik. Kata putusnya tergantung kepada pemerintah pemilik kekuasaan politik. Suatu hal yang tak sesuai dengan prinsip Negara hukum di negara demokratis seperti Indonesia,” tegas politikus kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 8 April 1960 ini.

Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid membongkar berbagai ketidaklaziman dalam penetapan RUU Ciptaker menjadi UU.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News