Idulfitri dan Transformasi Takwa

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Idulfitri dan Transformasi Takwa
Idulfitri. Foto (ilustrasi): Ricardo/JPNN

Utilitarianisme ini kemudian melahirkan kapitalisme yang mengajarkan kepada penganutnya untuk ‘’maximizing profit’’ dan ‘’minimizing capital’’ memakismalkan keuntungan dengan biaya serendah mungkin. Ideologi kapitalisme liberal ini melahirkan orang-orang yang rakus harta tanpa batas dan akhirnya menjadi rakus kekuasaan tanpa batas.

Ideologi kapitalisme liberal sekarang berkembang menjadi ideologi neo-liberalisme, yang melahirkan oligarki yang menguasai mayoritas kekayaan negara. Jumlah oligarki itu tidak sampai sepuluh persen, tetapi mereka menguasai 90 persen kekayaan negara.

Oligarki terus-menerus diberi kesempatan untuk membesarkan kekayaannya sampai mentok dan kemudian meneteskan kekayaannya ke bawah sesuai dengan teori ‘’trickle down effect’’.

Namun, tetesan ke bawah tidak pernah benar-benar sampai kepada rakyat, karena para oligarki itu menadahi tetesan itu dengan ember-ember yang lain. Konglomerasi oleh oligarki terjadi secara vertikal dan horizontal, sehingga seluruh potensi kekayaan negara mereka kuasai tanpa ada tetesan kepada rakyat.

Para pejabat terjangkit hubb al-dunya hedonisme yang parah. Dimana-mana para pejabat tanpa malu pamer kekayaan, flexing, memamerkan barang-barang branded berharga ratusan juta dari uang yang tidak jelas asal-usulnya. Tidak mengherankan kalau kemudian ada transaksi keuangan Rp 349 Triliun yang diduga melibatkan praktik haram.

Masyarakat umum juga ikut-ikutan flexing pamer kekayaan secara berlebih-lebihan. Mereka bangga disebut sebagai sultan.  Kekayaannya melimpah, mulai dari rumah mewah sampai pesawat terbang pribadi. Kekayaan mereka tidak jelas asal-usulnya, dan banyak yang kemudian terlibat dalam bisnis haram seperti penipuan dan perjudian.

Umat Islam juga terjangkit oleh hedonisme ini. Ingin hidup nikmat tanpa kerja keras. Apa saja dilakukan senyampang bisa menghasilkan uang. Hal inilah yang kemudian memunculkan fenomena NPWP, nomer piro wani piro, dalam berbagai kontestasi politik. Masyarakat sudah tidak peduli lagi dengan idealisme, sehingga rela menggadaikan suaranya hanya untuk beberapa ratus ribu rupiah.

Lingkaran setan ini bisa diputus kalau umat Islam melakukan transformasi melalui puasa Ramadan. Dengan puasa, kita menumbuhkan semangat solidaritas terhadap para duafa dan masakin. Dengan puasa, kita belajar untuk menumbuhkan empati terhadap kelompok yang tidak berpunya, sehingga tumbuh solidaritas sosial yang menyuburkan semangat filantropis untuk senantiasa berbagi.

Jika ingin menyaksikan orang Islam, lihatlah pada saat salat Id. Jika pengin lihat orang mukmin lihatlah pada saat salat Subuh.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News