INDEF: Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Dibuat Terburu-buru

Karena Jika harga tembakau naik, perusahaan-perusahaan pada sektor ini mungkin akan merespons dengan merampingkan produksi, dan berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK).
Padahal ekosistem industri tembakau sendiri telah membuka lapangan pekerjaan mencapai 6 juta jiwa.
“Kebijakan ini bisa memperburuk situasi di lapangan kerja, apalagi dengan adanya penurunan pendapatan nasional yang sudah berlangsung,” tambahnya.
Sementara itu, kebijakan restriktif ini juga dapat memperburuk masalah pendapatan negara. Menurutnya, regulasi yang terlalu ketat bisa mendorong meningkatnya peredaran produk tembakau ilegal, yang justru mengurangi pendapatan dari penjualan tembakau legal.
“Pemerintah perlu memperhatikan bahwa regulasi yang dimaksudkan untuk menekan produk ilegal malah dapat membuat masalah semakin rumit,” ungkapnya.
Andy juga menyoroti potensi dampak kebijakan terhadap ekonomi secara lebih luas.
Jika suku bunga tetap tinggi dan PPN meningkat, hal ini bisa semakin memperburuk keadaan ekonomi dan memicu peningkatan rokok ilegal mengingat tidak bisa lagi dibedakan dengan yang asli jika aturan kemasan rokok polos tanpa merek diberlakukan, hingga potensi penyebaran narkoba.
“Kenaikan suku bunga dan PPN dapat menyebabkan eskalasi permintaan terhadap barang-barang ilegal,” tegasnya.
INDEF memandang dua kebijakan inisiatif Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah memunculkan sejumlah tantangan dan kontroversi yang signifikan.
- Produksi Rokok Turun 4,2 Persen, Ini Penyebabnya
- Bea Cukai Tegal & Kejari Batang Musnahkan Lebih 7 Juta Batang Rokok Ilegal, Tuh Lihat!
- Riset Terbaru, Vape Efektif Bantu Perokok Beralih dari Kebiasaan Merokok
- Larangan Penjualan Rokok Radius 200 Meter Dikhawatirkan Bakal Menyuburkan Rokok Ilegal
- Peredaran Rokok Polos Gerus Penerimaan Negara, Komisi XI DPR Berkomitmen Lakukan Hal Ini
- Edukasi Penggunaan Produk Tembakau Alternatif Penting Dilakukan