Industri Berorientasi Ekspor Meningkat, Risiko Perdagangan Makin Tinggi

Industri Berorientasi Ekspor Meningkat, Risiko Perdagangan Makin Tinggi
Peningkatan minat pada industri beriorientasi ekspor ternyata memicu risiko, salah satunya dari sisi finansial. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Namun, aktivitas perdagangan akan selalu memiliki risiko. Berangkat dari kacamata asuransi, risiko ditegaskan sebagi suatu kondisi ketidakpastian. Para eksportir akan menghadapi risiko komersil misalnya bangkrut, juga risiko politik seperti konflik negara, pembatasan kuota, pencabutan izin impor, dan larangan transfer.

"Risiko terbesar yang dihadapi eksportir adalah tidak menerima pembayaran dari pembeli,” jelasnya.

Menurutnya, dalam perdagangan pelaku indsutri ekspor harus memahami metode pembayaran perdagangan internasional karena di sini muncul risikonya, contohnya dalam sistem pembayaran dengan letter of credit (LC).

“Dari metode pembayaran ini kita bisa lihat di mana risikonya. Kalau letter of credit diterbitkan bank negara maju risikonya tidak ada tapi kalau LC ini dikeluarkan bank negara-negara nontradisional misalnya Afrika, penggunaan metode pembayaran LC ini memberikan risiko pada eksportir,” kata Arie.

Asuransi perdagangan bekerja dengan mempersilakan eksportir melakukan ekspor. Risiko gagal bayar dari importir akan diambil alih asuransi.

Tidak hanya gagal bayar, asuransi juga bisa menjamin risiko kerusakan barang saat dikirim.

Arie pun mengingatkan agar selalu melihat risiko pada setiap aktivitas bisnis, caranya dengan mengidentifikasi risiko.

“Kami anallsis apakah risikonya bisa dikontrol atau tidak. Bisa dikurangi enggak? Kalau bisa dilakukan mitigasinya. Salah satu mitigasi risiko tersebut adalah transfer risiko dari perusahaan ekspor kepada perusahaan asuransi,” imbuh dia.

Peningkatan minat pada industri beriorientasi ekspor ternyata memicu risiko, salah satunya dari sisi finansial.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News