Industri Pengolahan dan Penyimpanan Holtikultura Menggeliat

Industri Pengolahan dan Penyimpanan Holtikultura Menggeliat
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Suwandi saat panen Raya Cabai Rawit Merah di Desa Panggungrejo Kecamatan Panggungrejo, Jawa Timur. Foto: Kementan

jpnn.com, KUDUS - Tata kelola hasil hortikultura mendapat perhatian prioritas. Karakteristik produk sayuran dan buah-buahan yang mudah rusak, busuk dan susut perlu diatasi dengan teknologi hilir, mencakup penanganan pada saat panen, pasca panen, pengolahan, penyimpanan, sortasi, packaging dan lainnya.

“Kini sudah berkembang teknologi pasca panen dan pengolahan hasil hortikultura. Untuk hilirisasi produk bawang merah sedang dikembangkan industri pasta di Brebes. Di Kudus sudah dikembangkan teknologi Controlled Atmosphere Storage (CAS) untuk penyimpanan”, ujar Dirjen Hortikultura Suwandi saat mengunjungi industri alat mesin pertanian PT Pura Agro Mandiri di Kudus.

Suwandi menjelaskan, setiap panen raya itu produksi melimpah, jadi solusi penanganan surplusnya harus dengan cara diolah menjadi produk turunan, atau disimpan dan atau diekspor. Kegiatan hilirisasi produk hortikultura ini mesti dibangun di pedesaan.

“Dampaknya pasti akan menciptakan nilai tambah, menyerap tenaga kerja lokal dan mensejahterakan petani. Ini sejalan dengan kebijakan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman,” jelasnya.

Berkaitan dengan prasarana penyimpanan, Suwandi mengatakan, sebagai negara kepulauan, diperlukan gudang penyimpanan dalam skala besar di pelabuhan-pelabuhan besar. stok pangan disimpan dalam gudang-gudang besar dan siap didistribusikan di wilayah yang membutuhkan.

“Banyak manfaat dari gudang penyimpanan seperti CAS ini, yaitu mampu menjaga susut kurang 10 persen dibandingkan pola penyimpanan biasa tanpa CAS sekitar 30 hingga 40 persen susut,” katanya.

“Ini sarana penting berguna menyimpan atau mengawetkan produk buah, sayuran, benih dan lainnya dengan mutu dan kualitas tetap terjaga. Cocok untuk stabilisasi pasokan, yakni saat panen raya disimpan ke dalam CAS atau sejenisnya dan dikeluarkan saat dibutuhkan,” sambung Suwandi.

Di tempat yang sama, Vice Plant Manajer PT Pura Agro Mandiri Agung Subani mengatakan, biaya menyimpan di dalam CAS sebesar Rp 1000 per kg perbulan sudah memperhitungkan nilai investasi. Sementara tanpa CAS biayanya jauh lebih mahal.

“Beberapa petani bawang merah dan juga BUMN telah mengimpan produk dan benihnya di dalam CAS Kudus sini. Kami mempunyai CAS dengan kapasitas 400 ton,” ujar Agung.

Agung menerangkan, CAS ini berbeda dibandingkan cold-storage yang hanya berperan refrigerator mengatur temperatur. Sementara CAS disamping berperan refrigerator, juga sebagai storage room, dilengkapi humidifies mengatur kelembaban, O2 dan CO2 absorber agar tetap hidup tetapi tidak tumbuh, kontrol N2, dan kontrol ethylene agar produk tidak busuk.

Solusi penanganan surplusnya hasil panen raya harus dengan cara diolah menjadi produk turunan, disimpan atau diekspor.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News