Ingat Boss, Lupa Grotius

Ingat Boss, Lupa Grotius
Ingat Boss, Lupa Grotius

Termasuk kalangan eksekutif dan parlemen yang terindikasi "beraneh-aneh", perlu terkena punishment, serta dipublikasikan. Bila memenuhi unsur pidana, seharusnya bergulir ke meja hijau.

Gerakan "bersih-bersih" rasanya masih kurang gegap-gempita. Padahal, indeks persepsi masyarakat atas berbagai profesi itu cukup mencemaskan. Jurnalis misalnya, mencapai 2,3. Meski hanya persepsi dan bukan data konkrit yang matematis, ini menunjukkan 46 persen jurnalis dipersepsikan terlibat suap atau korupsi.

Anggota parlemen dengan indeks 4,4, berarti 4,4 dibagi lima kali 100 persen, sama dengan 440 dibagi lima, sama dengan 88 persen yang dipersepsikan korupsi. Pengusaha dengan indeks 3,2 berarti 64 persen, dan peradilan berindeks 4,1 berarti 82 persen. Wah, gawat sudah citra berbagai kalangan ini, yang justru diharapkan berperan besar dalam membasmi korupsi.

Perception is reality? Dalam bahasa iklan, memang begitulah. Tapi dalam kasus ini mungkin tak seekstrim itu, meskipun kesan yang demikianlah yang muncul di masyarakat. Hukum sosiologis ini jamak saja, karena selalu hal-hal buruk dalam setiap kelompok dianggap mencerminkan kelompok itu. Karena itu, "gerakan bersih-bersih" yang dilakukan secara simultan dan berkesinambungan, sebaliknya akan menimbulkan persepsi yang positif pula.

SAYA terperanjat mengapa nama Hugo Grotius, atau Huig de Groot atau Hugo de Groot (1583-1645), disebut-sebut Rocky Gerung ketika berdebat dengan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News