Ini Alasan Jokowi Disebut sudah Menabrak Hukum soal Kapolri

Ini Alasan Jokowi Disebut sudah Menabrak Hukum soal Kapolri
Presiden Jokowi. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Ahli hukum dari Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Fadli Nasution menilai apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo terkait proses pencalonan Kapolri, salah.

Presiden Jokowi pada 9 Januari 2015 meminta DPR untuk memberhentikan Jenderal Sutarman dari jabatan Kapolri dan mencalonkan Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.

Pada tanggal itu juga, sesuai Pasal 11 UU 2/2012 tentang Polri, diperlukan persetujuan DPR. Singkatnya, setelah diproses akhirnya DPR menyetujui dan Sutarman berhenti.

Fadli yang merupakan Ketua PMHI mengatakan, pemberhentian dan pengangkatan Kapolri tidak bisa berdiri sendiri, dia satu paket yang dimintai persetujuan DPR.

"Lalu kenapa presiden hanya menjalankan putusan DPR yang menyetujui pemberhentian Sutarman, tapi tidak mengangkat BG sebagai Kapolri yang juga sudah disetujui?" ujar Fadli, Minggu (22/2).

Namun itu sudah dijawab oleh Presiden Jokowi lewat suratnya ke DPR pada 18 Februari kemarin bernomor R-16/Pres/02/2015. Dalam surat itu diterangkan, Jokowi memberhentikan Sutarman, dan menjelaskan tentang penundaan pelantikan BG karena jadi tersangka oleh KPK, serta mengusulkan calon baru Kapolri Komjen Badrodin Haiti.

Fadli menjelaskan, menunda pengangkatan BG kerena jadi tersangka di KPK bukan alasan yang tepat. Karena BG jadi tersangka sebelum disetujui oleh paripurna DPR. "Jika alasan jadi tersangka menunda pengangkatan, bukankah yang tepat adalah presiden mencabut surat tanggal 9 dengan membatalkan pencalonan BG," ungkapnya.

Dan konsekuensinya, lanjut Fadli, DPR batal membuat persetujuan, dan Jenderal Sutarman tetap Kapolri yang memang belum masuk masa pensiun. 

JAKARTA - Ahli hukum dari Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), Fadli Nasution menilai apa yang dilakukan Presiden Joko Widodo terkait proses

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News