Ini Salah Satu Alasan Mengapa Perpanjangan Kontrak JICT Harus Dibatalkan

Ini Salah Satu Alasan Mengapa Perpanjangan Kontrak JICT Harus Dibatalkan
Ilustrasi.

jpnn.com - JAKARTA - Perdebatan panjang seputar status salah satu aset strategis negara bernama Jakarta International Container Terminal (JICT), belum usai. Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM, Fahmy Radhi menilai aset yang beroperasi di Pelabuhan Tanjung Priok itu seharusnya dikelola melalui BUMN dengan kepemilikan saham 100 persen.

Untuk itu, mutlak bagi Kementerian BUMN melalui PT Pelindo II untuk membatalkan perpanjangan kontrak JICT kepada perusahaan asing, Huntchison Port Holdings (HPH), yang berkedudukan di Hong Kong.

"Pengelolaan sepenuhnya oleh BUMN merupakan manifestasi demi kedaulatan ekonomi, seperti yang diamanahkan konstitusi pasal 33 UUD 1945," kata Fahmy, Kamis (24/12).

Dia mengatakan, awalnya 100% saham JICT dimiliki negara yang dikelola oleh PT Pelindo II, sebagai representasi Negara. Pada saat krisis moneter 1997, atas tekanan dan desakan IMF, pemerintah melakukan privatisasi dengan menjual JICT kepada perusahaa asing, yakni HPH.

Melalui pelelangan terbuka, JICT dijual dengan nilai US$ 243 fil/ra. Perubahan komposisi kepemilikan saham baru yakni HPH menguasai mayoritas sebesar 51%, sedangkan Pelindo II sebesar 49% dengan jangka waktu konsesi selama 20 tahun, dimulai pada 2009 berakhir pada 2019.

Sejak 27 Juli 2012, kata Fahmy, Diretur Utama Pelindo II RJ Lino sudah merintis proses perpanjangan kontrak JICT. Namun, lantaran di era pemerintahan SBY tidak memberikan izin, RJ Lino belum bisa memperpanjang kontrak.

"Berbeda dengan sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemamo justru mengeluarkan izin prinsip perpanjangan kontrak pada 9 Juni 2015. Hanya berbekal izin prinsip Menteri BUMN, tanpa izin konsesi Otoritas Pelabuhan dari Menteri Perhubungan, RJ Lino nekat memutuskan untuk menandatangani perpanjangan kontrak JICT pada Juli 2015," ungkapnya.

Padahal, perpanjangan kontrak itu tidak tercantum dalam RKAP dan RLIPS Pelindo II 2015 . Komposisi saham tidak berubah, Pelindo II sebesar 48,9%, Kopegmar 0,10%, dan HPH tetap memegang saham mayoritas sebesar 51%. Jangka waktu berakhirya konsesi menjadi tahun 2039, dengan nilai penjualan saat perpanjangan kontrak sebesar US$ 215 juta.

JAKARTA - Perdebatan panjang seputar status salah satu aset strategis negara bernama Jakarta International Container Terminal (JICT), belum usai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News