Ini Zaman Teknologi, Tak Kan Lari HP Dikejar

Ini Zaman Teknologi, Tak Kan Lari HP Dikejar
SERU: Menpora Roy Suryo (kanan) saat berdiskusi dengan awak redaksi di Graha Pena Jakarta. Foto: Ismail Pohan/Indopos/ JPNN

Politisi Partai Demokrat yang kerap menjadi narasumber di berbagai media di bidang teknologi informasi, fotografi, dan multimedia ini tetap pede. Termasuk ketika melihat anggaran Kemenpora setahun hanya di angka Rp 1,9 T, terlalu kecil untuk menjangkau mimpi besar Indonesia dalam peta peraih medali di olimpiade. Dari angka itu, Rp 1,8 T diblokir negara, karena kistruh Hambalang dan Wisma Atlet Palembang. “Tapi saya yakin, sekarang hidup di alam teknologi. Dan saya yakin, tak kan lari handphone di kejar,” candanya yang membuat suasana diskusi lebih bergairah. 

PSSI yang sempat mendua, dengan Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia (KPSI) pun akhirnya selesai secara legal. “Saya mendatangi Pak Arifin Panigoro dan Pak Nirwan Bakrie, demi Merah Putih, akhirnya dualisme itu selesai. Tentu masih ada beberapa hal yang masih harus dituntaskan, tetapi saya yakin ketika dicari akar persoalannya, pasti akan ketemu juga. Mungkin pas nogo dinane, ketemu hari yang pas. Mungkin juga keduanya sudah capek. Akhirnya, keduanya percaya, dan semuanya ditentukan dalam kongres. Dan PSSI akhirnya tidak terkena bench FIFA ,” ungkap penggemar olahraga catur itu.

Roy banyak melakukan pendekatan humanis, dari hati ke hati untuk menyelesaikan persoalan. Seperti terkait bonus bagi atlet berprestasi, Roy pun mengambil gebrakan dari sebelumnya, tidak menggaransi bonus.’’Tidak janjikan apa-apa. Bukannya tidak ngasih. Tapi kalau nanti ada (dana), ya dikasih. Dari pendekatan dengan hati itu, dapat ditangkap spirit,’’ terangnya.

Bukan hanya itu. Roy juga melakukan pendekatan ritual dengan cara berziarah ke sejumlah tokoh atlet kaliber dunia yang telah meninggal dunia. Dia juga rajin bersilaturahmi dan minta masukan dari para senior olahragawan. ’’Seperti para senior bulu tangkis saya deketi. Kekalahan Indonesia oleh China 2-3 pada perempat final Piala Sudirman di Kuala Lumpur, lalu tidak mencolok. Meski kalah, tapi itu hasil maksimal,’’ ucapnya beralasan.

Aksen Jawa berlogat khas Jogjakarta-nya masih amat kental. Humoris, murah senyum, friendly, ceplas-ceplos, adalah gaya lama yang tetap mendominasi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News