Isu PKI, Ambil Apinya Jangan Abunya

Oleh Dr. Ahmad Basarah

Isu PKI, Ambil Apinya Jangan Abunya
Ahmad Basarah. Foto: dokumen JPNN.Com

Bung Karno berrdasarkan penyelidikannya menjelaskan bahwa Peristiwa G.30.S ditimbulkan oleh pertemuannya tiga sebab, yaitu : (a) Keblingernya pimpinan PKI, (b) Kelihaian subversi nekolim (neo kolonialisme dan imperialisme), (c) Adanya oknum-oknum yang tidak benar.

Oleh karena itu Presiden Soekarno pun mengutuk Peristiwa Gestok 1965 tersebut dan menyatakan yang bersalah harus dihukum. Presiden Soekarno kemudian membentuk Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub) untuk mengadili pelaku-pelaku pemberontakan tersebut.

Presiden Soekarno juga menolak permintaan MPRS bahwa dia harus bertanggung jawab sendiri atas peristiwa Gestok tersebut. Presiden Soekarno pun menanyakan dalam suratnya tersebut, siapa yang bertanggungjawab atas usaha pembunuhan terhadapnya dalam penggeranatan di Cikini, pemberondongan dari pesawat udara oleh Maukar, serta pencegatan bersenjata di gedung Stanvac dan di Cisalak. Presiden Soekarno pun meminta “kebenaran dan keadilan” atas peristiwa tersebut.

Teori Presiden Soekarno yang menyebut Peristiwa Gestok adalah “penyerbuan yang lengkap/sempurna” terhadap dirinya kemudian menjadi kenyataan. Pidato Nawaksara dan Pelengkap Nawaksara Presiden Soekarno yang diminta dan disampaikan kepada Pimpinan MPRS RI untuk mempertanggungjawabkan peristiwa G.30S/PKI pada waktu itu ditolak MPRS.

Setelah pimpinan dan anggota MPRS diganti dengan orang-orang yang anti terhadap Presiden Soekarno -antara lain Ketua MPRS Chairul Saleh digantikan Jenderal TNI AD A.H. Nasution dan Wakil Ketua MPRS Ali Sastriamidjojo digantikan Osa Maliki- muncul Ketetapan Nomor XXXIII/MPRS/1967 yang mencabut kekuasan Presiden Soekarno.

Tragisnya, dalam bagian menimbang/konsideran Tap MPRS tersebut dituliskan, berdasarkan laporan Panglima Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (dhi. Jenderal Soeharto) dituduhkan bahwa Presiden Soekarno terlibat dalam peristiwa G.30S/PKI.

Berdasarkan tuduhan itulah akhirnya MPRS mencabut kekuasaan Presiden Soekarno. Dalam pasal 6 Tap MPRS XXXIII/1967 itu terdapat ketentuan bahwa Jenderal Soeharto sebagai Pejabat Presiden berkewajiban untuk melakukan proses peradilan atas tuduhan Bung Karno terlibat dalam Peristiwa G.30S/PKI.

Namun, sampai Bung Karno meninggal dunia pada tanggal 21 Juni 1970 tidak pernah ada proses peradilan apa pun, apalagi sebuah peradilan yang fair atas tuduhan keji yang dialamatkan kepada Bung Karno. Akhirnya Sang Proklamator Bangsa Indonesia itu meninggal dunia dengan membawa beban yang amat berat bagi diri dan keluarganya sebagai tertuduh pengkhianat kepada bangsa dan negara yang ia ikut susah payah mendirikannya, melalui pemberontakan G.30S/PKI.

Sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Sampai Bung Karno meninggal dunia pada 21 Juni 1970, tidak pernah ada proses peradilan apa pun atas Proklamator RI itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News