Isu PKI, Ambil Apinya Jangan Abunya

Oleh Dr. Ahmad Basarah

Isu PKI, Ambil Apinya Jangan Abunya
Ahmad Basarah. Foto: dokumen JPNN.Com

Setelah 45 Tahun berlalu, tuduhan keji Bung Karno melakukan pengkhianatan karena mendukung Peristiwa G.30S/PKI itu pun diralat oleh Pemerintah Republik Indonesia. Pada tanggal 7 November 2012 melalui Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Nomor 83/TK/Tahun 2012, Bung Karno mendapatkan status kenegaraan sebagai Pahlawan Nasional.

Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Bung Karno tersebut memiliki implikasi hukum gugurnya tuduhan Bung Karno pernah melakukan pengkhianatan kepada bangsa dan negara sebagaimana tuduhan dalam Tap MPRS Nomor XXXIII/1967 tersebut. Mengapa demikian, karena dalam pasal 25 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan diatur ketentuan bahwa syarat seorang tokoh bangsa Indonesia dapat memperoleh status gelar Pahlawan Nasional adalah apabila semasa hidupnya (antara lain) tidak pernah dihukum apalagi berkhianat kepada bangsa dan negara.

Meskipun demikian, Bung Karno kini sudah tiada. Beliau telah pergi meninggalkan kita semua sejak 47 tahun lalu. Keluarga besar Bung Karno dan para pengikut-pengikutnya pun sudah mengikhlaskan kepergiannya dan peristiwa kelam yang dialami Bung Karno dan bangsa Indonesia.

Saya yakin demi persatuan bangsa Indonesia, kita semua sudah memaafkan kejahatan politik kepada seorang Pendiri Bangsa, namun tidak untuk kita lupakan agar kita semua dapat memetik hikmahnya, forgiving but not forgetting.

Dengan dimensi narasi sejarah yang demikian itu, apakah masih relevan lagi jika saat ini bangsa Indonesia masih ingin memprogandakan kembali narasi sejarah G.30S/PKI hanya mengikuti cerita yang dibuat oleh rezim Orde Baru melalui pemutaran Film G.30S/PKI. Selain rezim tersebut sudah tiada dan dijatuhkan rakyat dengan membawa stigma sebagai rezim koruptor sebagaimana TAP MPR Nomor XI/MPR/1998, juga narasi Film G.30S/PKI bukanlah fakta yang obyektif dan komprehensif tentang sejarah bangsa Indonesia di tahun 1965-1967.

Film tersebut secara konten mengandung unsur kekerasan dan hanya mempertontonkan perpecahan ditubuh TNI dan pertikaian politik para pendahulu bangsa yang sangat merusak nation and character building generasi muda bangsa Indonesia.
Jika kita konsisten untuk menjaga persatuan bangsa dengan sungguh-sungguh, marilah kita akhiri melanjutkan sisa-sisa konflik para pendahulu bangsa kita.

Masih banyak hal-hal positif yang telah diperbuat para pendahulu bangsa Indonesia yang dapat kita jadikan suri tauladan bagi generasi bangsa berikutnya. “Marilah Kita Warisi Api Perjuangan Para Pendahulu Bangsa Bukan Mewarisi Abunya”.

Membicarakan kebangkitan PKI dan komunisme dalam sistem negara hukum Pancasila adalah sesuatu yang tidak ada gunanya. Selain tiap-tiap bangsa wajib bertuhan menurut falsafah sila Ketuhanan dalam Pancasila sebagaimana dipidatokan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945, PKI juga sudah mati permanen di Indonesia. TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran PKI dan Sebagai Partai Terlarang di Indonesia sudah final karena berdasarkan ketentuan pasal 2 ayat (1) TAP MPR Nomor I/MPR/2003 Tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum TAP MPRS/MPR sejak Tahun 1960-2002 telah dinyatakan masih berlaku.

Sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Sampai Bung Karno meninggal dunia pada 21 Juni 1970, tidak pernah ada proses peradilan apa pun atas Proklamator RI itu.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News