Jelang Tujuh Tahun Perang Syria, Bagaimana Nasib Pengungsi?

Jelang Tujuh Tahun Perang Syria, Bagaimana Nasib Pengungsi?
Pengungsi Syria. Foto: AFP

Jika dasar utama kepulangan mereka adalah kerelaan, Egeland yakin, para pengungsi yang rindu kampung halaman itu sudah siap dengan segala konsekuensi yang harus mereka tanggung.

’’Mereka harus paham bahwa konflik masih berlangsung. Dan, tugas kami adalah memastikan mereka bisa pulang dengan selamat,’’ ungkap pria asal Norwegia tersebut kepada situs reliefweb.

Belakangan, desakan agar para pengungsi Syria pulang juga muncul dari pemerintah beberapa negara Eropa. Alasannya, mereka kewalahan mengurusi para pengungsi yang tidak layak mendapatkan suaka. Jerman dan Denmark, kabarnya, sedang menggodok regulasi untuk mendeportasi para pengungsi Syria.

’’Mereka tidak boleh dipaksa pulang jika tidak berkenan,’’ tegas Egeland.

Untuk mencegah pemaksaan lewat regulasi, NRC dan beberapa organisasi internasional lainnya mengimbau kepada pemerintah Eropa dan Amerika Serikat (AS) serta negara-negara penampung pengungsi Syria lainnya untuk menghormati hak para pengungsi.

’’Memaksa mereka pulang hanya akan menambah jumlah korban perang.’’ Demikian bunyi keterangan bersama NRC, Save the Children, dan Action Against Hunger.

Imbauan yang sama disampaikan CARE International, Danish Refugee Council (DRC), dan International Rescue Committee (IRC).

’’Tidak ada satu pun anak yang akan pulang (ke Syria) sebelum semuanya aman. Dan, sekarang bukan waktu yang tepat. Masih ada pertempuran, serangan udara, dan ranjau. Selain itu, tidak ada fasilitas kesehatan dan pendidikan,” tutur Helle Thorning-Schmidt, CEO Save the Children.

Pada 15 Maret 2018, Perang Syria akan genap tujuh tahun. Saat genderang perang ditabuh pada 2011, rakyat Syria sadar bahwa kematian sudah dekat.

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News