Jokowi Bukan Tukang Pidato tapi Pekerja

Jokowi Bukan Tukang Pidato tapi Pekerja
Pasangan capres-cawapres, Jokowi-JK. Foto: dok.JPNN

Jokowi terkesan tegang dan kaku. Tak ada senyum, tak tepuk tangan. Mengapa? Mengapa Jokowi berubah dari sosok yang dikenal luas sebagai orang yang ramah, rendah hati, santai menjadi orang yang kaku, tegang, tanpa senyum?

Ada dua eskpresi Jokowi yang saya kenal: ekspresi santai dan ekspresi serius. Kami menangkap kesan bahwa Jokowi semalam tampil dengan penuh keseriusan.

Mengapa Jokowi serius?

Saya yakin memang tak mudah menjadi Jokowi hari-hari ini. Sejak jauh-jauh hari Jokowi menjadi korban fitnah yang disebar begitu sistematis dan massif. Bukan hanya lewat omongan tapi juga menyebar lewat sosial media dan bahkan dicetak sebagai tabloid yang disebar ke komunitas-komunitas Muslim, bahkan lewat mesjid yang semestinya menjadi rumah ibadah yang sakral.

Semalam kedua pasang kandidat diminta mengikrarkan diri untuk terlibat dalam kampanye yang damai yang tidak menggunakan kekerasan, baik fisik maupun non-fisik. Fitnah dan kampanye hitam adalah bentuk kekerasan non-fisik. Bayangkanlah Anda menjadi Jokowi dalam situasi itu.

Saya yakin Jokowi merasa berada di tengah-tengah kepalsuan, di tengah-tengah banyak pihak yang bermulut manis tapi sesungguhnya melalukan banyak tindakan kotor. Jokowi yang kami kenal adalah Jokowi yang tidak suka, tidak bahagia ada di tengah kepalsuan semacam itu.

Karena itulah Jokowi terlihat serius dan bagi sebagian pemirsa jadi seperti tegang. Inilah keseriusan dan ketegangan seorang sosok pemimpin yang otentik, yang perkataan dan perbuatannya selalu ia usahakan seiring dan sejalan.

Jokowi terlihat terbebani. Dampaknya, banyak yang jadi menilai Jokowi belum siap untuk jadi Presiden. Dia dianggap belum layak, belum cukup matang. Pendapat Anda?

PERHATIAN rakyat Indonesia tersita oleh acara Deklarasi Pemilu Berintegritas dan Damai yang diadakan Komisi Pemilihan Umum di Jakarta, Selasa (3/6).

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News