Jokowi-JK Belum Semoncer SBY-Boediono soal Lapangan Kerja

Jokowi-JK Belum Semoncer SBY-Boediono soal Lapangan Kerja
Anggota Komisi XI DPR M Misbakhun (kanan) dan ekonomi Dradjad H Wibowo dalam diskusi bertema Mampukah Pemerintahan Jokowi-JK Ciptakan Lapangan Kerja? di Jakarta, Selasa (20/2). Foto: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Dradjad H Wibowo mengingatkan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla untuk memacu kinerja dalam menciptakan lapangan kerja. Menurutnya, kiprah duet yang dikenal dengan sebutan Jokowi-JK itu dalam membuka lapangan kerja belum semoncer era Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono pada periode 2009-2014.

“Kinerja pemerintahan Jokowi-JK lebih rendah dari SBY-Boediono, tapi lebih baik dari SBY-JK," kata Dradjad dalam diskusi bertema Mampukah Pemerintahan Jokowi-JK Ciptakan Lapangan Kerja? di kantor INDEF, Pejaten, Jakarta Selatan, Selasa (20/2).

Mantan legislator di DPR yang membidangi keuangan dan perbankan itu menambahkan, penciptaan lapangan kerja merupakan hal penting dalam memacu pertumbuhan ekonomi. Sebab, pekerjaan adalah kunci untuk mengentaskan kemiskinan dan memangkas kesenjangan ekonomi.

Pada kesempatan sama, peneliti INDEF Izzudin Al Farras mengatakan, ada keanehan dalam angka rata-rata tambahan jumlah penduduk bekerja yang naik tajam ke 3,25 juta pada 2017. Dia menjelaskan, tambahan terbesar diperoleh dari sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan yang jumlahnya mencapai 1,09 juta pekerja baru.

“Faktor penyebabnya adalah adanya kucuran dana desa sebesar Rp 60 triliun pada tahun 2017. Dana desa banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur desa dengan partisipasi masyarakat desa, tanpa menggunakan pihak ketiga,” sebutnya.

Menurut Farras, seharusnya sektor ini tidak menjadi penopang penciptaan lapangan kerja. Terlebih, hasil riset INDEF menemukan kelesuan di sektor lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan di era Jokowi-JK yang anjlok nyaris 50 persen dibandingkan tiga tahun pertama SBY-Boediono.

Farras menduga salah satu penyebab anjloknya sektor lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan adalah lesunya bisnis poperti sejak pertengahan tahun 2016 sampai akhir 2017. Karena itu, bisnis properti harus didodong melalui pembangunan hunian untuk masyarakat kelas menengah-bawah disertai dengan Bunga KPR dan DP yang rendah.

“Karena lebih dari 76 persen konsumen masih mengandalkan kredit bank untuk membeli rumah. Potensi penyerapan tenaga kerja Real Estate masih besar karena saat ini masih ada backlog rumah yang mencapai 11,4 juta,” sebutnya.

Pemerintahan Jokowi-JK harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sebanyak mungkin demi memacu pertumbuhan ekonomi dan mengentaskan kemiskinan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News