Jurnalisme Masuk Angin, Saat Kentut Tak Ada Suara, tapi Bau

Oleh: Joko Intarto

Jurnalisme Masuk Angin, Saat Kentut Tak Ada Suara, tapi Bau
Wartawan. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

Berdasarkan klarifikasi Dahnil, yang mengembalikan dana bukanlah dirinya, melainkan PP Pemuda Muhammadiyah. Bukan dari rekeningnya, melainkan dari rekening PP Pemuda Muhammadiyah.

Seharusnya, berita itu ditulis begini: ‘’PP Pemuda Muhammadiyahmengembalikan dana Rp 2 miliar ke Kemenpora sebelum Dahnil diperiksa sebagai saksi.’’

Di sinilah manfaat ilmu tata bahasa untuk menjalankan prosedur cross check sebagai bentuk kehati-hatian penulis.

***

Sedihnya, tidak semua wartawan memiliki kemampuan tata bahasa Indonesia yang baik. Contoh sederhananya, membedakan cara menulis kata kerja pasif dan keterangan tempat saja tidak bisa.

Buruknya kemampuan tata bahasa ini sebenarnya sangat mengherankan. Karena pelajaran Bahasa Indonesia diperoleh sejak masih sekolah dasar.

Bagaimana cara mereka bisa mendapat ijazah hingga sarjana? Bukankah mereka harus lulus ujian nasional? Bukankah mereka harus menulis skripsi? Apakah boleh skripsi ditulis dengan tata bahasa yang amburadul? Apakah untuk menjadi wartawan di sebuah media tidak melalui testing?

Pengalaman saya di ‘’Jawa Pos’’, untuk menjadi wartawan harus lulus testing. Salah satu materi testingnya adalah menulis berita dengan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Tidak semua wartawan memiliki kemampuan tata bahasa Indonesia yang baik. Membedakan cara menulis kata kerja pasif dan keterangan tempat saja kadang tidak bisa.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News