Jurus Gigolo Asli Tak Laku di Bali

Jurus Gigolo Asli Tak Laku di Bali
Gerbang di Pantai Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Foto: Ayatollah Antoni/JPNN.Com

jpnn.com - PARA anak pantai itu menolak keras jika disebut gigolo. Padahal, berhubungan seks dengan turis asing wanita bukan hal asing bagi mereka. Lantas, apa bedanya dengan gigolo?

Masyarakat awam mendefinisikan gigolo sering seperti ini: seorang laki-laki panggilan yang dibayar untuk memuaskan kebutuhan seksual wanita yang telah membayarnya. Jika merujuk definisi tersebut, rasanya sulit menemukan gigolo di kawasan Kuta yang disebut-sebut sebagai sarang gigolo. 
  
Hasan (nama samaran), seorang anak pantai, menceritakan bahwa pada 2006, dirinya berteman dengan anak pantai asal Surabaya. Sebut saja namanya Didik.  Hasan mengisahkan, sebelum datang ke Bali, Didik adalah seorang gigolo profesional di Surabaya. "Dia ngomong ke saya, markasnya sebuah hotel melati di Surabaya," katanya saat ditemui di pantai, depan Pub Kamasutra, Jalan Kuta.
  
Kepada Hasan, Didik menuturkan bahwa dirinya datang ke Bali karena mendengar cerita bahwa menjadi gigolo di Pulau Dewata itu menggiurkan. Selain bisa menjerat cewek-cewek asing, bayaran yang diterima juga lebih besar.
  
Namun, setelah pindah ke Kuta, kenyataan berbeda dengan apa yang dibayangkan Didik. Didik mengira bahwa cara main gigolo di Surabaya dan Kuta sama. Yakni tinggal nongkrong,  lalu dengan sendirinya didatangi atau ditelepon pelanggan, lalu menuju hotel untuk "eksekusi?, selesai, dan dibayar.
  
"Yang membuat saya tertawa, jurus-jurus dia (Didik) menggaet mangsa yang selalu jitu diterapkan di Surabaya  ternyata tidak laku di sini," papar Hasan. "Yang HP-nya dibalik lah, koreknya diberdirikan di sebelah rokoknya lah, koreknya diketok-ketokkan meja lah. Jurus-jurus itu tidak bisa diterapkan di sini," ucap pria asal Jember itu. Karena semua jurusnya tidak mempan, Didik akhirnya ikut arus, dengan menjadi anak pantai. 
  
Hasan mengatakan, sangat sulit menemui gigolo "asli" seperti Didik di Kuta. Rata-rata mainnya dengan pendekatan personal yang biasa diterapkan anak-anak pantai. "Tapi, saya yakin ada. Cuma nggak pernah ketahuan. Kan biasanya terselubung," ucap pria 31 tahun itu.
  
Bahkan, saat Jawa Pos menyusuri beberapa tempat hiburan malam ternama di kawasan Kuta, yang banyak terlihat adalah anak pantai yang sedang menghabiskan waktunya di sana. Tidak terlihat bahwa mereka sedang melakukan transaksi seksual. Kebanyakan mereka minum hingga mabuk dan berjoget bareng bersama para turis yang pada siang sebelumnya berkencan denganya. "Ya gini kebiasaan kami. Pagi sampai sore di pantai. Malam dugem. Itu pun kalau punya uang dan kalau ada tamu," ucap Hasan yang ikut berkunjung di tempat dugem ternama itu.
  
Malah yang terlihat mencolok adalah para penjaja seks perempuan yang memburu turis asing laki-laki. Berdandan menor dengan pakaian serba minim, mereka bergerombol duduk di dekat pintu masuk pub tersebut. Perempuan dengan wajah pas-pasan itu sesekali berjoget, lalu mendatangi pria incaran. Target mereka biasanya bule-bule pria yang sudah berumur. "Kalau perempuan lebih terlihat kan," katanya sambil senyum.
  
Selain Kuta, ada beberapa kawasan lain yang juga banyak ditongkrongi para anak pantai. Sebut saja Ubud, Sanur, Nusa Dua, Pantai Dream Land, dan Singaraja.
 
"Kalau Kuta sama Dream Land kan cocoknya untuk surfing. Tapi, Sanur, Nusa Dua, cocoknya untuk water sport. Kayak perayu layar, ski air, banana boat. Para anak pantai di tempat-tempat itu juga berbeda," kata seorang anak pantai asal Sanur yang ditemui di Terminal Ubung, Bali, sebut saja namanya Made.
  
Pria yang memiliki sebuah kafe ternama di Sanur itu lalu menceritakan panjang lebar kehidupan para anak pantai di sekitar kawasan itu. Made juga tidak terima saat para anak pantai itu disebut sebagai gigolo. Dia lebih sreg dijuluki playboy. Menurut Made, amat jarang playboy di Sanur yang menghabiskan waktunya di pantai. Mereka lebih suka mencari mangsa di kafe-kafe yang tersebar di Sanur.
  
Seperti diketahui, kondisi Pantai Sanur sedikit berbeda dengan Kuta. Pantai yang lebih dikenal dengan keindahan sunrise-nya ini lebih sepi dan tenang daripada kawasan Kuta dan sekitarnya. Karakter turisnya pun juga berbeda. Yang datang lebih banyak turis Eropa yang umurnya sudah dewasa. "Di Sanur mereka cari ketenangan," ucapnya.
  
Namun, jangan salah, di pantai sebelah timur Kuta itu tamunya dikenal lebih "berkantong tebal?. Salah satu kegemaran mereka menikmati suasana kafe-kafe yang menyuguhkan musik live aliran kalem. Karena itu, playboy di  Sanur menyesuaikan diri dengan kondisi itu. Meski siang menjadi anak pantai, ketika malam tiba mereka menjelma dengan dandanan yang lebih elegan.  Sebab, yang incaran mereka adalah bule wanita kesepian di kafe-kafe itu.
  
"Tampang mereka sangar-sangar,   berkulit hitam. Tapi, mereka lebih suka memakai kemeja rapi dan nongkrong di kafe," ucap pria yang mewanti-wanti namanya tidak dikorankan itu. Di tempat itulah mereka mencari mangsa. Tapi,  tetap saja Made menolak ketika ditanya apakah anak pantai di Sanur hanya mencari uang lewat seks. Dirinya juga bersikeras bahwa yang dilakukan playboy Sanur sama dengan yang di Kuta. Cuma caranya saja yang berbeda.
  
Dia menerangkan, kini target utama playboy Sanur adalah bule-bule Rusia. Sebab, kini makin banyak turis Rusia yang datang ke sana. Selain itu, orang Rusia, kata Made, lebih kaya dan lebih mudah mengeluarkan uang.Karena itu, kini yang menjadi trend adalah para playboy Sanur merayu si Rusia agar mau berinvestasi di Kuta. (kuh/c1/kum)

PARA anak pantai itu menolak keras jika disebut gigolo. Padahal, berhubungan seks dengan turis asing wanita bukan hal asing bagi mereka. Lantas,


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News