Kabar Buruk dari IMF untuk Negara Berkembang, Indonesia Termasuk?
jpnn.com, JAKARTA - Dana Moneter Internasional (IMF) memberikan prediksi soal perkembangan inflasi global akibat perang Rusia-Ukraina dan sanksi berikutnya atas konflik tersebut.
First Deputy Managing Director IMF Gita Gopinath memperkirakan inflasi negara berkembang bisa menyentuh angka 8,7 persen pada tahun ini.
Di sisi lain, negara maju bisa mengalami inflasi hingga mencapai 5,7 persen.
"Kenaikan harga energi dan pangan menambah tekanan di saat inflasi sudah cukup tinggi di banyak negara di dunia," kata Gita Gopinath dalam Side Event G20, High Level Discussion yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat (22/4).
Menurutnya, sebelum konflik Rusia dan Ukraina terjadi, inflasi telah meningkat secara signifikan di banyak negara.
Bahkan, lanjut Gita, banyak bank sentral mulai memperketat kebijakan moneter.
"Kebijakan suku bunga acuan diperkirakan akan naik lebih jauh sehingga menimbulkan risiko bagi negara berkembang jika terjadi pengetatan moneter yang sangat cepat di negara maju," ucap Gita.
Gita menyebut kemungkinan tersebut dapat menyebabkan biaya pinjaman untuk negara berkembang dan ekonomi berkembang naik, serta adanya risiko arus modal keluar.
IMF memberikan prediksi soal perkembangan inflasi global akibat perang Rusia-Ukraina dan sanksi berikutnya atas konflik tersebut.
- Naik 12,94 Persen, Ekspor Sumsel Maret 2024 Capai USD 503,09 Juta
- Pembekalan Teknologi Digital untuk Nasabah PNM Terus Digeber
- Perum Bulog Mulai Salurkan Bantuan Beras Tahap 2 kepada 269 Ribu Warga Jakarta
- BRI Lakukan Buyback, Ini Sebabnya
- Pesan Muhammadiyah soal Pengelolaan Tambang: Harus Berkesinambungan
- Maluku dan NTT Punya Segudang Potensi, tetapi Menghadapi Banyak Masalah