Kadek 'Jango' Pramartha, 10 Tahun Mempromosikan Budaya Bali lewat Majalah Kartun

Promosi dengan Cara Tinggalkan Majalah di Kursi Pesawat

Kadek 'Jango' Pramartha, 10 Tahun Mempromosikan Budaya Bali lewat Majalah Kartun
Kadek Pramartha menunjukkan majalah kartun Bogbog saat ditemui Jawa Pos di kantornya, sebuah ruko dua lantai di Jl Veteran, Denpasar, Selasa lalu (22/3). Foto: Gunawan Sutanto/Jawa Pos
Sebagai kartunis, Kadek Pramartha ingin total berkiprah. Salah satu karyanya adalah Bogbog. Itu adalah nama majalah kartun yang dia dirikan sejak 10 tahun lalu. Oleh Muri (Museum Rekor Indonesia), Bogbog disebut sebagai majalah kartun pertama yang berbahasa Inggris. Apa yang membuat majalah itu bertahan?
 ------------------------------ --------------
 GUNAWAN SUTANTO, Denpasar
------------------------------ ---------------
Sebuah majalah Bogbog volume 9 terbitan 2010 ditunjukkan Kadek kepada Jawa Pos yang menemuinya di kantornya, sebuah ruko dua lantai di Jl Veteran, Denpasar, Selasa lalu (22/3).

Dalam edisi tersebut, Bogbog dibuat dengan cover berisi komik setrip dengan cerita seorang bule asal Amerika yang jatuh cinta pada budaya Bali. Si bule itu memutuskan untuk tinggal dan membuka bisnis pariwisata di Pulau Dewata. Si bule yang dalam cerita komik tersebut diberi nama Mr Smith itu kemudian mempekerjakan dua warga Bali untuk membantu usaha pariwisatanya. Keduanya bernama Wayan Kari dan Desak Nyoman.

Dalam perjalanan usahanya, Smith pusing bukan main ketika para karyawannya sering meminta libur. Mereka izin libur untuk mengikuti berbagai upacara adat di kampung masing-masing. "Nah, seperti itulah karya-karya kami," ucap Kadek yang lebih akrab disapa Jango itu. Menurut dia, memang begitulah kondisi masyarakat Bali. Meski hidup di tengah globalisasi, sebagian orang masih memegang keteguhan adat.

Melalui Bogbog, Jango ingin mengangkat budaya-budaya Bali melalui bahasa yang universal. "Selain itu, kami ingin mengemas kritik sosial yang bisa dimengerti siapa saja, tapi membuat mereka yang membaca tetap tertawa," ungkapnya.  Bagi Jango, kartun merupakan bahasa universal yang efektif untuk menyampaikan sebuah pesan.

Hal itu setidaknya dirasakan Jango saat mengenyam pendidikan di Univesity of Western Australia (UWA) pada 1993?1995. Di tengah kuliah tersebut, dia juga diminta menjadi asisten dosen oleh Carol Waren, antropolog yang biasa melakukan penelitian di Bali.

Ketika menjadi asisten dosen, Jango sering diminta memberikan materi kuliah. "Waktu itu bahasa Inggris saya masih parah, sehingga saya sering menggunakan bahasa kartun. Sering ketika saya menjelaskan melalui kartun, mahasiswa di kelas itu malah mengerti dan mereka menikmati dengan tertawa-tawa," jelas pria 45 tahun tersebut. Dari situ, akhirnya dia yakin keahliannya menggambar selama ini sangat bermanfaat.

Sepulang dari Australia, Jango kemudian berupaya mewujudkan impiannya untuk membuat sesuatu dari keahliannya membikin kartun. "Saya ingin bagaimana kartun menjadi suvenir Bali yang cerdas," ucap suami Putu Sefty Virgantini tersebut. Sejak muda Jango memang dikenal sebagai kartunis. Setidaknya belasan tahun dia tercatat sebagai kartunis lepas salah satu media di Pulau Dewata.

Sembari mengajak ke ruang workshop majalah Bogbog, dia mulai menjelaskan penerbitan majalah yang didirikan sejak 2001 tersebut. Sepulang dari Aussie, Jango tidak langsung membuat majalah Bogbog. Dia awalnya memilih berbisnis T-shirt untuk suvenir dengan berisi aneka desain kartun bermuatan kritik sosial serta globalisme Bali.

Sebagai kartunis, Kadek Pramartha ingin total berkiprah. Salah satu karyanya adalah Bogbog. Itu adalah nama majalah kartun yang dia dirikan sejak

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News