Kafe Kaifa

Oleh: Dahlan Iskan

Kafe Kaifa
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - "Kafe Kaifa di ujung jalan ini," ujar Mas Bajuri, pemilik travel umrah Bakkah. "Sekarang jadi tempat nongkrong favorit setelah salat Subuh," tambahnya.

Malam sebelumnya saya sudah ke kafe itu. Sendirian. Setelah salat Isya. Tetapi saya tidak tahu kalau itu lagi ngetop. Saya juga tidak terlalu memperhatikan kalau tempat itu baru. Saya kesusu cari colokan listrik yang cocok dengan sistem colokan di Arab Saudi. HP saya sudah seperti orang puasa pada jam 16.30 WIB. HP istri sudah dua hari tidak berbuka.

Habis subuh ini saya ke Kafe Kaifa bersama Mas Bajuri dan Mas Choirul Sodiq, dirut Harian Harian Memorandum. Setelah ber-kya-kya beberapa blok sampailah kami di ujung jalan mal pejalan kaki ala Madinah itu.

Baca Juga:

Di persimpangan jalan satu blok sebelum blok terakhir mengingatkan saya pada Jalan Timur Nanjing, Shanghai. Lalu-lintas mobil boleh memotong jalan utama itu. Di beberapa blok tadi mobil dilarang melintas. Di simpangan satu ini boleh. Mirip di tempat kya-kya Shanghai.

Setelah menyeberang jalan ini, kami kembali berada di jalan tanpa mobil. Kembali khusus untuk pejalan kaki yang lagi kya-kya.

"Nah, itu Kafe Kaifa-nya," ujar Mas Bajuri.

Setelah blok terakhir itulah Kafe Kaifa bermula.

Yang mencolok di situ adalah: deretan kios di kanan jalan itu. Kiosnya kecil-kecil. Bajurut. Tanpa sela. Sengaja dijurutakan. Agar satu deret bisa diisi lebih 30 kios.

Seusai subuh ke Kafe Kaifa, malam harinya saya ke sana lagi: kali ketiga. Ingin tahu suasana malamnya yang gemerlapan. Juga ingin beli roti channai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News