Kalau Perlu, Bentuk Pansus e-KTP

Kalau Perlu, Bentuk Pansus e-KTP
E-KTP. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Said Salahudin menilai, masalah terkait e-KTP belakangan ini tidak cukup hanya diselesaikan oleh Kemendagri dan kepolisian.

Penyelenggara pemilu dan DPR penting menyikapi persoalan yang terjadi, mengingat e-KTP merupakan dokumen yang menjadi syarat untuk memilih di Pemilu 2019.

"Saya kira persoalan e-KTP ini bukan lagi sekadar urusan administratif pemerintah. Isu ini sudah menjadi isu politik, sebab undang-undang telah menentukan e-KTP sebagai syarat bagi pemilih untuk memberikan suaranya di TPS. Jadi, tidak cukup ditangani oleh institusi penegak hukum," ujar Said di Jakarta, Senin (10/12).

Karena menjadi syarat untuk memilih, Direktur Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (Sigma) menilai, problem e-KTP dapat membuka peluang terjadinya pelanggaran dan kecurangan yang bisa berujung pada perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) nantinya.

Bahkan, jika Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang berwenang menyelesaikan PHPU tidak memuaskan pihak-pihak yang merasa dirugikan akibat persoalan e-KTP nantinya, bisa memantik munculnya huru-hara.

"Jadi, jangan anggap sepele isu ini. Jangan dibiarkan menjadi api dalam sekam. Tentu tidak ada yang menginginkan terjadinya kekacauan pemilu," ucapnya.

Lebih lanjut Said mengatakan, KPU sebagai penanggung jawab pemilu dapat mengajukan komplain ke Kemendagri sebagai penerbit e-KTP.

"Kalau penjelasan Kemendagri dianggap tidak memadai, KPU bisa mempertimbangkan menunda penetapan DPT (daftar pemilih tetap) secara nasional," katanya.

Hasil investigasi sebuah lembaga juga mengonfirmasi e-KTP asli tapi palsu begitu mudah dibuat oleh pihak yang tidak berwenang.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News