Kartel Minyak Goreng

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Kartel Minyak Goreng
Pedagang mengisi minyak goreng ke dalam plastik eceran. Pemerintah mengancam penjual dan pengecer yang menjual minyak goreng di atas harga Rp 14 ribu per liter dengan sanksi pencabutan izin usaha. Foto: Ricardo

Kegagalan pasar dapat terjadi karena beberapa faktor seperti praktik monopoli dan juga oligopoli. Selain faktor-faktor tersebut, aktivitas pasar juga dipengaruhi regulasi atau peraturan, yang berkaitan dengan pemerintahan, seperti pajak, subsidi, upah minimum, dan pengaturan harga.

Karena itu, kebijakan yang tidak terkontrol oleh pemerintah dapat menyebabkan pasar tidak efisien sehingga berujung pada kegagalan.

Mekanisme pasar tidak boleh dibiarkan bergerak bebas melalui mekanisme tangan gaib atau ‘’invisible hand’’. Cara ini diyakini oleh para ekonom klasik yang sekarang diteruskan oleh para ekonom neo-liberal.

Kebijakan ekonomi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini kental dengan nuansa neo-liberalisme.

Mekanisme pasar yang diagung-agungkan terbukti tidak berhasil memberi solusi terhadap problem yang dirasakan rakyat. Stabilisasi harga dengan menetapkan harga minyak Rp 14 ribu ternyata tidak berjalan.

Alih-alih memenuhi kebutuhan rakyat, kebijakan harga murah malah membuat minyak goreng raib dari pasaran. Kebijakan ini melahirkan praktik kucing-kucingan di pasar. Suplai minyak murah menghilang dan rakyat harus rela mengantre berjam-jam untuk mendapatkannya.

Negara harus hadir secara konkret untuk mengatasi masalah ini. Yang dilakukan pemerintah hanya membenahi bagian hilir, tetapi pangkal persoalan di hulu tidak tersentuh. Kartel pasar yang terlalu kuat itu akan tetap menjadi persoalan yang akan terus-menerus muncul. (*)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:

Negara yang menjadi penghasil kelapa sawit terbesar di dunia, malah mengalami kelangkaan minyak goreng.


Redaktur : Adek
Reporter : Cak Abror

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News