Keberagaman Membuat Masyarakat Papua Makin Erat

Keberagaman Membuat Masyarakat Papua Makin Erat
Tangkapan layar webinar internasional bertajuk Tolerance in Indonesia (Papua) and Morocca: Experience perspective. Foto: dok pribadi for JPNN

“Keberadaan agama justru menjadi bagian yang tidak menjadi pembeda. Bahkan dalam beberapa hal, kegiatan keagamaan dijadikan sebagai kegiatan bersama walaupun berbeda-beda agama,” ujar salah satu penggagas zona integritas kerukunan umat beragama dan budaya Papua tersebut.

Meskipun terkadang terjadi gesekan antara masyarakat adat dan metropolis, antara pribumi dengan perantau, dan politisasi identitas, namun ia telah merintis pencanangan zona integritas kerukunan umat beragama, membangun inter-religius diaof dan melakukan penguatan toleransi berbasis kearifan lokal.

“Yang terpenting jangan menyakiti jika tidak ingin disakiti. Pahamilah bahwa manusia adalah sumber peradaban,” pesannya bagi seluruh elemen masyarakat di Papua.

Narasumber lainnya, Muhammad Sofin menyatakan bahwa masyarakat Papua sejak dahulu kala telah terbuka secara intelektual dan perilaku dalam menerima orang yang datang ke tanahnya, seperti halnya perbedaan agama dan suku tidak menghalangi mereka untuk menebar perdamaian dengan wajah ceria dan mengulurkan tangan. Kerja sama untuk hidup berdampingan secara damai.

“Masyarakat Papua tidak menyembunyikan fakta bahwa toleransi dan kerja sama antarumat beragama itu nyata: seorang Kristen membantu saudara Muslimnya ketika mempersiapkan ritual Idul Fitri, dan sebaliknya ketika datangnya Hari Kristus, dan begitu juga semua pemeluk agama, mengkoordinir perlakuan yang baik dari hati yang murni. Semua ini merupakan dasar dan kunci untuk menciptakan perdamaian dan keserasian lingkungan guna mencapai keberhasilan pembangunan negara dan pembangunan sumber daya manusia di Papua,” tegas asisten professor di UIN Maulana Hasanuddin Banten yang pernah berdakwah di pedalaman Papua.

Sebenarnya, jiwa NKRI sudah mendarah daging dalam sanubari masyarakat Papua, seperti yang dirasakan Safar Furuada, aktivis pendidikan dari Kaimana.

“Rasa kebangsaan, jiwa memiliki negara ini telah terpatri  sejak awal karena kami bagian dari negara ini yang secara adat kami telah mengalami kebersamaan yang kuat. Karena itu dengan kedatangan saudara kami ke Papua justru menambah semangat kebangsan (wathaniyah) dan juga membantu semangat dakwah di tanah Papua dengan menjalin hubungan yang baik dengan umat agama lain. Karena itu, adanya Otsus jilid II kami berharap menambah gairah, semangat membangun di kawasan timur Indonesia, terutama pembangunan dalam bidang keagamaan. Kita berharap Papua menjadi barometer toleransi dan Indonesia menjadi negeri yang makmur dan sejahtera," ujar dia.

Ia juga menceritakan bahwa secara umum hubungan toleransi di Papua sudah cukup baik. Kehidupan sosial antar suku, agama dan golongan sudah cukup baik. Jika membangun masjid selalu ada uluran tangan dari masyarakat yang beragama lain terutama kristiani, itu biasa.

Dalam Webiner yang diselenggarkan INC TV terungkap bahwa tidak benar anggapan Papua hanya dipenuhi konflik, kekerasan, dan keterbelakangan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News