Kecelakaan Maut TransJakarta, Sopirnya Diduga Punya Riwayat Epilepsi

Kecelakaan Maut TransJakarta, Sopirnya Diduga Punya Riwayat Epilepsi
Direktur Lalu Lintas (Dirlantas) Polda Metro Jaya Kombes Sambodo Purnomo Yogo (ketiga kanan) menghadiri jumpa pers di Kantor Subdit Gakkum Polda Metro Jaya, Pancoran, Jakarta Selatan, Rabu (3/11). Foto: Fransiskus Adryanto Pratama/JPNN.com

"Amlodipine itu (dijual) bebas di pasaran, tetapi obat phenytoin harus dari resep dokter," kata Sambodo.

Perwira menengah Polri itu menyenut phenytoin punya efek samping, yakni gangguan koordinasi saraf. Efek obat itu pun bisa berlangsung berhari-hari, bahkan selama seminggu.

Namun, kata Sambodo, hasil pemeriksaan darah dan urine menunjukkan obat yang dikonsumsi J hanya amlodipine.

"Jadi, dia lagi enggak minum obat saraf (phenytoin) saat berkendara," kata Sambodo.

Lulusan Akaddmi Kepolisian (Akpol) 1994 itu menduga J terserang epilepsi saat mengendarai bus TransJakarta yang berujung kecelakaan.

"Diduga epilepsi J kumat saat mengendarai bus tersebut, sehingga bukannya menginjak pedal rem, malah menginjak pedal gas yang mengakibatkan bus melaju kencang meskipun sudah mendekati halte," ungkap Sambodo.

Pada kasus kecelakaan tersebut, J dijerat Pasal 310 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukuman pasal itu ialah enam tahun penjara atau denda Rp 12 juta.

Namun, polisi menghentikan proses hukum kasus kecelakaan dua bus TransJakarta itu. Sebab, J meninggal dunia.(cr3/jpnn)

Polisi membeberkan fakta ihwal sopir berinisial J pengemudi bus TransJakarta yang terlibat kecelakaan maut di Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News