Kecelakaan Maut TransJakarta, Sopirnya Diduga Punya Riwayat Epilepsi
"Amlodipine itu (dijual) bebas di pasaran, tetapi obat phenytoin harus dari resep dokter," kata Sambodo.
Perwira menengah Polri itu menyenut phenytoin punya efek samping, yakni gangguan koordinasi saraf. Efek obat itu pun bisa berlangsung berhari-hari, bahkan selama seminggu.
Namun, kata Sambodo, hasil pemeriksaan darah dan urine menunjukkan obat yang dikonsumsi J hanya amlodipine.
"Jadi, dia lagi enggak minum obat saraf (phenytoin) saat berkendara," kata Sambodo.
Lulusan Akaddmi Kepolisian (Akpol) 1994 itu menduga J terserang epilepsi saat mengendarai bus TransJakarta yang berujung kecelakaan.
"Diduga epilepsi J kumat saat mengendarai bus tersebut, sehingga bukannya menginjak pedal rem, malah menginjak pedal gas yang mengakibatkan bus melaju kencang meskipun sudah mendekati halte," ungkap Sambodo.
Pada kasus kecelakaan tersebut, J dijerat Pasal 310 Ayat 4 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Ancaman hukuman pasal itu ialah enam tahun penjara atau denda Rp 12 juta.
Namun, polisi menghentikan proses hukum kasus kecelakaan dua bus TransJakarta itu. Sebab, J meninggal dunia.(cr3/jpnn)
Polisi membeberkan fakta ihwal sopir berinisial J pengemudi bus TransJakarta yang terlibat kecelakaan maut di Jalan MT Haryono, Cawang, Jakarta Timur
- Kecelakaan Maut di Jalan Riau, 2 Orang Tewas Ditempat
- Kata Polisi soal Kecelakaan Maut di Tol Pekanbaru-Dumai yang Melibatkan Anak 17 Tahun
- Ngebut di Tol Pekanbaru-Dumai, Honda CRV Hantam Truk, Tiga Orang Tewas
- Jasa Raharja Beri Santunan Kepada Ahli Waris 7 Korban Bus Rosalia Indah
- Minibus GranMax yang Kecelakaan di KM 58 Tol Japek Ternyata Travel Gelap
- Menurut Pakar, Ini Beberapa Indikator Penyebab Kecelakaan Maut di KM 58