Kehidupan Para Wanita Caddy Padang Golf Ibu Kota (1)

Ada Maunya, Beri Tip, lalu Omong Bisik-Bisik

Kehidupan Para Wanita Caddy Padang Golf Ibu Kota (1)
Foto: JP Grup
''Jadi caddy itu capek. Bulan-bulan pertama saya mengeluh terus karena kelelahan, tapi mau bagaimana lagi? Belum kepikiran pekerjaan lain," tutur Iyung, gadis tamatan SMK Indramayu, diamini tiga caddy lain, Siti, 22; Indri, 22, dan Yus, 23. Setelah mandi dan berganti kostum, empat dara itu meneruskan cerita awal mula mereka terjun sebagai caddy.

Mereka mengaku menjalani caddy mulai dari salah satu yayasan yang menyediakan jasa pramugolf di daerah Bogor, Jawa Barat. Yayasan ini mengirimkan caddy-caddy baru ke klub-klub golf di Bogor, Jakarta, dan Tangerang. ''Karena nganggur dan gak tahu harus cari kerja apa, saya lantas pergi ke Bogor. Satu bulan training saya lalu mendapat kerja di sini," jelas gadis berambut ikal tersebut.

Ketika mendapat kerja, mereka harus mengembalikan biaya hidup yang dikeluarkan yayasan, yakni Rp 2,5 juta. ''Saya mengangsur biaya itu selama satu tahun. Alhamdulillah sudah lunas," kata gadis itu. Selain menanggung beban biaya yayasan, para caddy ternyata menyimpan beban moral yang berat. Irma (nama samaran) salah satunya.

Tiga tahun berprofesi sebagai freelance, caddy di salah satu padang golf ternama di Jakarta Utara itu mengaku profesinya masih dipandang miring oleh warga sekitar tempat tinggalnya. "Tetangga-tetangga aku itu sudah menganggap kalau kerja di golf itu nggak bener," ujarnya. Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa wanita berprofesi caddy tidak ubahnya PSK. Irma mengaku telinganya menjadi panas. "Aku dikatain jablay lah, simpanan om om lah," tegasnya.

Mencuatnya dugaan cinta segi tiga yang melibatkan wanita caddy padang golf, Rani Juliani, dalam kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnain membuat profesi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News